Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa,
hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik
perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya
dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam,
maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang
perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga
berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau
yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :
1.
Hukum Tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam
perundang-undangan. COntoh : hukum pidana dituliskan pada KUHPidana,
hukum perdata dicantumkan pada KUHPerdata.
2. Hukum Tidak
Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan
dalam perundang-undangan. Contoh : hukum adat tidak dituliskan atau
tidak dicantumkan pada perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah
tertentu.
Hukum tertulis sendiri masih dibagi menjadi dua, yakni
hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan.
Dikodifikasikan artinya hukum tersebut dibukukan dalam lembaran negara
dan diundangkan atau diumumkan. Indonesia menganut hukum tertulis yang
dikodifikasi. Kelebihannya adalah adanya kepastian hukum dan
penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kekurangannya adalah hukum
tersebut bila dikonotasikan bergeraknya lambat atau tidak dapat
mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju.
Menurut sifatnya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum yang mengatur, yakni hukum yang dapat diabaikan bila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
2. Hukum yang memaksa, yakni hukum yang dalam keadaan apapun memiliki paksaan yang tegas.
Menurut sumbernya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Undang-Undang, yakni hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2. Hukum Kebiasaan (adat), yakni hukum yang ada di dalam peraturan-peraturan adat.
3. Hukum Jurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk karena keputusan hakim di masa yang lampau dalam perkara yang sama.
4. Hukum Traktat, yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara negara yang terlibat di dalamnya.
Menurut tempat berlakunyanya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2. HUkum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara.
3. Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di negara asing
1.Hukum perdata Indonesia
Hukum
adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang
dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan
pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya
ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang
hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum
dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum
privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum
publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan
umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara
penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan
seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda,
kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada
beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum
tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem
hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris
Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh
oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa
kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem
hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata
di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di
Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk
Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia
Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer)
terdiri dari empat bagian, yaitu:
• Buku I tentang Orang;
mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang
mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek
hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan
seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan
hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
• Buku II
tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan
dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang
dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak
(misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda
berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang
dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak
berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah,
sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian
mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
• Buku III tentang
Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga
perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang
berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara
subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis
perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan)
undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian),
syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk
bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai
sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku
III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
• Buku IV
tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya
dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan
masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
2.Hukum pidana Indonesia
Berdasarkan
isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum
publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan
orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan
antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan bagian
dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum
pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur
tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana
(sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam
kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur
tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan
hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang
hukum acara pidana (KUHAP).
3.Hukum tata negara
PENGERTIAN HUKUM TATA NEGARA
Hukum tata Negara dalam arti luas meliputi :
1. Hukum tata usaha Negara/ hukum administrasi / hukum pemerintah
2. hukum tata Negara
Hukum tata Negara dalam arti sempit, ialah Hukum tata Negara
Jadi kesimpulan hukum tata Negara menurut para pakar adalah:
Peraturan-peraturan yang mengatur organisasai Negara dari tingkat atas
sampai bawah,sturktur,tugas&wewenang alat perlengkapan Negara
hubungan antara perlengkapan tersebut secara hierarki maupun
horizontal,wilayah Negara,kedudukan warganegara serta hak-hak asasnya
Hukum
tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara
lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga
negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah
dan warga negara.
4.Hukum tata usaha (administrasi) negara
Hukum
tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan
administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan
pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara
memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam
hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata
negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan
oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum
administrasi negara dimana negara dalam
5.Hukum acara perdata Indonesia
Hukum
acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara
beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata.
Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan
Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh
6.Hukum acara pidana Indonesia
Hukum
acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara
beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana.
Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
6.1 Asas dalam hukum acara pidana
Asas didalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
•
Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat
dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang
sesuai dengan UU.
• Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan,
jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana
(dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas,
jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
• Asas memperoleh bantuan hukum,
yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan
hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
• Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
• Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
7.Hukum antar tata hukum
Hukum
antar tata hukum adalah hukum yang mengatur hubungan antara dua
golongan atau lebih yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda.
8.Hukum adat di Indonesia
Hukum
adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial
di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan
Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang
tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh
kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan
elastis.
Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah
oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr.
C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De Atjehers"
menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda)
yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial (social
control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.
Istilah ini kemudian
dikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal
sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia).
Pendapat
lain terkait bentuk dari hukum adat, selain hukum tidak tertulis, ada
juga hukum tertulis. Hukum tertulis ini secara lebih detil terdiri dari
hukum ada yang tercatat (beschreven), seperti yang dituliskan oleh para
penulis sarjana hukum yang cukup terkenal di Indonesia, dan hukum adat
yang didokumentasikan (Wilayah hukum adat di Indonesia gedocumenteerch)
seperti dokumentasi awig-awig di Bali.
Menurut hukum adat, wilayah
yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi
beberapa lingkungan atau lingkaran adat (Adatrechtkringen).
Seorang
pakar Belanda, Cornelis van Vollenhoven adalah yang pertama mencanangkan
gagasan seperti ini. Menurutnya daerah di Nusantara menurut hukum adat
bisa dibagi menjadi 23 lingkungan adat berikut:
1. Aceh
2. Gayo dan Batak
3. Nias dan sekitarnya
4. Minangkabau
5. Mentawai
6. Sumatra Selatan
7. Enggano
8. Melayu
9. Bangka dan Belitung
10. Kalimantan (Dayak)
11. Sangihe-Talaud
12. Gorontalo
13. Toraja
14. Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar)
15. Maluku Utara
16. Maluku Ambon
17. Maluku Tenggara
18. Papua
19. Nusa Tenggara dan Timor
20. Bali dan Lombok
21. Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran)
22. Jawa Mataraman
23. Jawa Barat (Sunda).
8.1 Penegak hukum adat
Penegak
hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan
besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga
keutuhan hidup sejahtera.
8.2 Aneka Hukum Adat
Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh
1.
Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di
Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama
Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
3. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
8.3 Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
Mengenai
persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil
karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan
identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus sala
satu adat suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh
kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada
saat ritual adat suku tersebut, dimana proses adat itu membutuhkan
kepala manusia sebagai alat atau prangkat proses ritual adat suku Nuaulu
tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan
Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati,
sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004.
dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat
setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan
dengan adat setempat.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional
dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni
1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk
menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan
operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah
yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan
yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang
serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam
Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
1. Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia
merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana
diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam
prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat
untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
Di tinjau secara
preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan
keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui
keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait
adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum
adat dalam kepemilikan tanah.
9.Hukum Islam di Indonesia
Hukum
Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum
adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara
demokratis baik melalui pemilu atau referendum maupun amandemen terhadap
UUD 1945 secara tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya
provinsi yang banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama,
sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe
Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan
agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama,
dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum
sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
10.Istilah hukum
10.1 Advokat
Sejak
berlakunya UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat, sebutan bagi
seseorang yang berprofesi memberikan bantuan hukum secara swasta - yang
semula terdiri dari berbagai sebutan, seperti advokat, pengacara,
konsultan hukum, penasihat hukum - adalah advokat.
10.2 Advokat dan pengacara
Kedua
istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat
yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun 2003,
istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari
istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan
lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat
diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang
tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual
yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan.
Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak
sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak
diundangkannya UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut
distandarisasi menjadi advokat saja.
Dahulu yang membedakan keduanya
yaitu Advokat adalah seseorang yang memegang izin ber"acara" di
Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai
wilayah untuk "beracara" di seluruh wilayah Republik Indonesia
sedangkan Pengacara Praktek adalah seseorang yang memegang izin praktek /
beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat dimana
wilayah beracaranya adalah "hanya" diwilayah Pengadilan Tinggi yang
mengeluarkan izin praktek tersebut. Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku
maka yang berwenang untuk mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah
Organisasi Advokat.(Pengacara dan Pengacara Praktek/pokrol dst seteah UU
No. 18 tahun 2003 dihapus).
10.3 Konsultan hukum
Konsultan hukum
atau dalam bahasa Inggris counselor at law atau legal consultant adalah
orang yang berprofesi memberikan pelayanan jasa hukum dalam bentuk
konsultasi, dalam sistem hukum yang berlaku di negara masing-masing.
Untuk di Indonesia, sejak UU nomor 18 tahun 2003 berlaku, semua istilah
mengenai konsultan hukum, pengacara, penasihat hukum dan lainnya yang
berada dalam ruang lingkup pemberian jasa hukum telah distandarisasi
menjadi advokat.
10.4 Jaksa dan polisi
Dua institusi publik yang
berperan aktif dalam menegakkan hukum publik di Indonesia adalah
kejaksaan dan kepolisian. Kepolisian atau polisi berperan untuk
menerima, menyelidiki, menyidik suatu tindak pidana yang terjadi dalam
ruang lingkup wilayahnya. Apabila ditemukan unsur-unsur tindak pidana,
baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku (tersangka) akan
diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan. Dalam masa
penahanan, tersangka akan diminta keterangannya mengenai tindak pidana
yang diduga terjadi. Selain tersangka, maka polisi juga memeriksa
saksi-saksi dan alat bukti yang berhubungan erat dengan tindak pidana
yang disangkakan. Keterangan tersebut terhimpun dalam berita acara
pemeriksaan (BAP) yang apabila dinyatakan P21 atau lengkap, akan
dikirimkan ke kejaksaan untuk dipersiapkan masa persidangannya di
pengadilan. Kejaksaan akan menjalankan fungsi pengecekan BAP dan analisa
bukti-bukti serta saksi untuk diajukan ke pengadilan. Apabila kejaksaan
berpendapat bahwa bukti atau saksi kurang mendukung, maka kejaksaan
akan mengembalikan berkas tersebut ke kepolisian, untuk dilengkapi.
Setelah lengkap, maka kejaksaan akan melakukan proses penuntutan
perkara.
Daftar Pustaka
• Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung.
• Hilman H, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,Bandung.
• Mahadi, 1991, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Alumni, Bandung.
• Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press.
• Seminar Hukum Nasional VII, Jakarta, 12 s/d 15 Oktober 1999. Djaren Saragih, 1984
• Soerjo W, 1984, Pengantardan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung.
• Soemardi Dedi, SH. Pengantar Hukum Indonesia, IND-HILL-CO Jakarta.
• Soekamto Soerjono, Prof, SH, MA, Purbocaroko Purnadi, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti PT, Bandung 1993
• Djamali Abdoel R, SH, Pengantar hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada PT, Jakarta 1993.
• Tim Dosen UI, Buku A Pengantar hukum Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar