I. PENDAHULUAN
Sejarah perekonomian dunia, memperlihatkan bahwa banyak permasalahan
yang mendesak di dunia karena masalah ekonomi. Contohnya pada tahun
1930 dunia mengalami masalah pengangguran di kalangan tenaga kerja dan
sumber daya lainnya, begitu juga tahun 1940 dunia mengalami masalah
merealokasikan sumber daya yang langka dengan cepat antara kebutuhan
perang dengan kebutuhan sipil. Tahun 1950 terjadi masalah inflasi, tahun
1960 terjadi kemunduran pertumbuhan ekonomi, tahun 1970 dan awal tahun
1980 terjadi kasus biaya energi yang meningkat (harga minyak yang
meningkat sepuluh kali dibandingkan dekade sebelumnya) (Lipsey, et. al.
1991), memasuki akhir tahun 2008 sampai dengan saat ini krisis
finansial global yang dimulai di Amerika Serikat sejak 2007 yang dipicu
macetnya kredit perumahan (subprime mortgage) juga telah menimbulkan
permasalahan yang mendunia.
Dampak yang dirasakan Indonesia antara lain karena perekonomian dunia
melemah sehingga pasar ekspor bagi produk Indonesia menjadi sangat
menurun, nilai tukar rupiah terdepresiasi sehingga hutang luar negeri
pemerintah maupun swasta menjadi beban yang cukup berat. Sejarah
Indonesia dalam kurun waktu yang panjang sebagai negara jajahan bangsa
asing karena alasan ekonomi bahwa Indonesia merupakan sumber hasil bumi
yang sangat penting bagi dunia juga mempelihatkan bahwa masalah ekonomi
adalah masalah yang penting bagi suatu negara.
Dari uraian diatas, kita dapat melihat bahwa persoalan-persoalan ekonomi
selalu muncul dari penggunaan sumberdaya yang langka untuk memuaskan
keinginan manusia yang tak terbatas dalam upaya meningkatkan kualitas
hidupnya. Akibat kelangkaan, maka terjadi perebutan untuk menguasai
sumberdaya yang langka tersebut. Perebutan menjadi penguasa atas sumber
daya yang langka bisa menimbulkan persengketaan antar pelaku ekonomi
bahkan bisa memicu perang baik antar daerah maupun antar negara.
Permasalahan ekonomi ini perlu diatur agar pemanfaatan sumber daya yang
terbatas dapat berjalan dengan baik dengan prinsip-prinsip keadilan.
Hukum ekonomi merupakan salah satu alat untuk mengatasi berbagi
persoalan tersebut.
II. PEMBAHASAN
Pemanfaatan sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu
perangkat hukum yang dapat mengatur agar semua pihak yang berkepentingan
mendapat perlakuan yang adil (win-win solution) dan agar tidak terjadi
perselisihan diantara pelaku ekonomi. Fungsi hukum salah satunya adalah
mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek.
Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia
tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu manusia
melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Interaksi ini sering kali
tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara
manusia yang berinteraksi. Agar tidak terjadi perselisihan maka harus
ada kesepakatan bersama diantara mereka. Kegiatan ekonomi sebagai salah
satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber
daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik
dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi. Hukum
atau peraturan perekonomian yang berlaku disetiap kelompok sosial atau
suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada
kelompok sosial atau bangsa tersebut.
Hukum tertinggi yang mengatur mengenai perekonomian di Indonesia terdapat dalam pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan
(2) Cabang–cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
Tujuan suatu bangsa salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya.
Seperti tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam tujuan negara
tersebut disebutkan memajukan kesejahteraan umum. Jadi perekonomian
nasional ini ditujukan bagi kemajuan dan kesejahteraan umum.
Dari pasal 33 tersebut bahwa perekonomian yang disusun sebagai usaha
bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan-lah yang diamanatkan UUD
kita. Koperasi adalah salah satu bentuk dari amanat pasal 33 ayat 1.
Tujuan koperasi adalah untuk kesejahteraan anggotanya. Di Indonesia
sendiri telah banyak berdiri koperasi-koperasi. Namun koperasi-koperasi
yang ada masih banyak yang dihadapkan oleh permasalahan masih rendahnya
kualitas kelembagaan dan organisasi dalam koperasi, dalam PP No. 7 Tahun
2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009
dalam lampiran Pasal (6) Bab 20 mengenai Pemberdayaan Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah bahwa koperasi yang aktif hanya 76% dari
total jumlah yang ada. Dan hanya 48% dari koperasi yang aktif tersebut
yang menyelenggarakan RAT (Rapat Anggota Tahunan). Selain itu
disebutkan juga tertinggalnya kinerja Koperasi dan kurang baiknya citra
koperasi karena banyak koperasi terbentuk tanpa didasari oleh
kepentingan bersama dan prinsip kesukarelaan para anggotanya, sehingga
kehilangan jati diri koperasi yang otonom dan swadaya. Banyak koperasi
yang tidak profesional menggunakan teknologi dan kaidah-kaidah ekonomi
modern sebagaimana layaknya badan usaha.
Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menguasai
cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang
banyak dan juga bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BUMN (Badan
Usaha Milik Negara) adalah salah satu dari pelaksanaan pasal tersebut
dimana terdapat PT. Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT Pertani, PT Pupuk
Kaltim, PT Pertani dan lain-lain. Dalam era privatisasi yang pada
mulanya dilakukan untuk efisiensi dan terbukanya modal asing yang masuk
ke Indonesia perlu diwaspadai agar jangan sampai cabang- cabang
produksi yang penting dan kekayaan alam yang ada di Indonesia menjadi
milik asing dan hanya memperoleh sedikit keuntungan atau royalti dan
jangan sampai Indonesia hanya sebagai penonton di negeri sendiri.
Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara perlu
dibuat agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di
negeri sendiri.
Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang amanat UUD 1945
(amandemen) pasal 27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga Negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
Negara juga memiliki kewajiban untuk mensejahteraan rakyatnya, sehingga
perekonomian harus dapat mensejahterakan seluruh rakyat, sementara fakir
miskin dan anak yang terlantar juga perlu dipelihara oleh Negara.
Negara perlu membuat iklim yang kondusif bagi usaha dan bagi masyarakat
yang tidak mampu dapat diberdayakan. Sementara yang memang tidak dapat
berdaya seperti orang sakit, cacat perlu diberi jaminan sosial (Pasal 34
UUD 1945). Tugas negara ini dalam kondisi sekarang tidaklah mudah
dimana kemampuan keuangan pemerintah sendiri juga terbatas. Konsep
perekonomian yang baik perlu dilaksanakan.
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia pun
tidak terlepas dari hukum internasional termasuk yang menyangkut
ekonomi. Tetapi walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan
memperjuangkan hak bagi kesejahteraan Negara kita, karena tidak semua
kebijakan ekonomi tersebut dapat diterapkan dan kalaupun diterapkan
harus ada penyesuaian dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, sehingga dalam
pengaturan hukum ekonominya harus mempertimbangkan hal tersebut. Di era
orde baru kita pernah mencoba mengatur Negara ini menggunakan sistem
sentralisasi atau terpusat. Semua kegiatan ekonomi diatur oleh
pemerintah pusat. Diakui dengan sistem ini perekonomian kita sempat
berjaya dengan swasembada beras, namun di sisi lain terjadi kesenjangan
antara pusat-pusat ekonomi dengan daerah-daerah yang terpencil dan
kurangnya pemerataan pembangunan.
Sistem pemerintahan Indonesia dalam Bab VI Pasal 18 UUD 1945 (amandemen)
juga diatur mengenai desentralisasi yang didalamnya termuat juga
desentralisasi bidang ekonomi. Pasal tersebut berisi :
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah
propinsi dan daerah propinsi itu di bagi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang
(2) Pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan
(3) Pemeritahan daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang angota-angotanya dipilih melalui
pemilihan umum
(4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing masing sebagai kepala
pemerintahan daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara
demokratis
(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
pemerintah
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan
(7) Susunan dan tatacara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang
Pasal 18A:
(1) Hubungan wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
propinsi, kabupaten, kota atau antara propinsi, kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan
keragaman daerah
(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya lainnya
antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang
Pasal 18B:
(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan
undang-undang
(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang
Pada pasal 18A ayat (2) sangat jelas menunjukkan bahwa masalah pemanfaatan sumberdaya juga diatur dalam undang-undang ini.
Tujuan utama desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat
melalui penyelenggaraan urusan/fungsi/tanggung jawab pemerintahan untuk
penyediaan pelayanan masyarakat lebih baik. Pelaksanaan otonomi daerah
yang baik akan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa contoh
sukses ditunjukkan dalam Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008, sejumlah
kepala daerah di negeri ini dapat mengembangkan kreativitasnya dalam
memajukan daerahnya. Peran pimpinan daerah dalam mendorong terciptanya
pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sangatlah penting.
Kriteria yang dipilih Tempo untuk menyeleksi para calon tokoh pimpinan
daerah adalah dalam sektor pelayanan pubik, transparansi dan keramahan
pada dunia usaha setempat. Hal ini dilakukan Tempo karena dianggap
masih banyak anggapan miring tentang otonomi daerah sebagai
desentralisasi korupsi dan munculnya raja-raja kecil. Sebanyak 61 kasus
kepala daerah menjadi tersangka dan kemudian menjadi terpidana akibat
praktek yang salah dalam menjalankan otonomi dan presepsi mengenai
otonomi daerah.
Pemerintahan di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun
perangkat hukum yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak
terjadi salah presepsi tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan
pemerintah pusat juga harus lebih ketat dalam mengawasi jalannya otonomi
daerah agar tujuan nasional dapat berjalan sebagai mana mestinya.
Keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap pertumbuhan
koperasi, usaha kecil dan menengah daerah diharapkan mampu mengurangi
jurang antara masyarakat mapan dan marjinal, karena dengan pertumbuhan
koperasi, usaha kecil dan menengah akan mengurangi ketergantungan
masyarakat akan import dan memperluas lapangan pekerjaan. Sehingga akan
mengurangi beban pemerintah dan diharapkan daerah mampu mandiri
mengatasi kesulitan didaerahnya sesuai dengan sumberdaya yang ada
didaerah tersebut. Pemerintahan daerah juga harus menjaga agar otonomi
daerah adalah bukan mengatur daerah dengan kacamata kedaerahannya tetapi
lebih melihat bahwa negara kita mempunyai tujuan bersama yang mulia
seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Pemerintahan daerah juga tidak boleh semena-mena
menyombongkan diri apabila berhasil, tetapi juga mau membantu daerah
lain, minimal dengan menularkan informasi tentang keberhasilan mereka
terhadap daerah lain.
Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan
daerah dalam melakukan perumusan dan sosialisasi mengenai
batasan-batasan dan sanksi hukum yang jelas bagi pelaku ekonomi baik
tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan
atau kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Dalam hal sosialisasi,
pemerintah perlu juga melibatkan media massa ataupun membentuk
kader-kader yang siap memberikan informasi mengenai keberadaan peraturan
maupun kebijakan tersebut. Pemerintah juga perlu memberikan
penghargaan kepada tokoh, pimpinan atau masyarakat yang melakukan
perubahan posistif terhadap perkembangan ekonomi daerahnya, diharapkan
kegiatan ini memacu munculnya tokoh-tokoh yang peduli terhadap
keberhasilan daerah untuk mencapai kesejahteraan.
Aspek hukum yang mengatur perekonomian Indonesia sudah diamanatkan
dalam UUD 1945 yang sudah empat kali diamandemen, namun baru tahun 1982
ada sebuah penelitian yang dilakukan mengenai Hukum Ekonomi Indonesia.
Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Padjajaran Bandung yang di
pimpin oleh DR. C.F.G Sunaryati Hartono, S.H, yang diterbitkan dalam
bentuk buku dengan judul Hukum Ekonomi Indonesia. Dalam buku tersebut
Hukum Ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Hukum Ekonomi
Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial (Soedijana, Yohanes, Setyardi,
2008).
Hukum Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai
cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (peningkatan
produksi) secara nasional dan berencana. Hukum Ekonomi Pembangunan
meliputi bidang-bidang pertanahan, bentuk-bentuk usaha, penanaman modal
asing, kredit dan bantuan luar negeri, perkreditan dalam negeri
perbankan, paten, asuransi, impor ekspor, pertambangan, perburuhan,
perumahan, pengangkutan dan perjanjian internasional. Hukum Ekonomi
Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata,
sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia
(distribusi yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang
obat-obatan, kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam,
transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan
pendidikan bagi pengusaha kecil, perburuhan, pendidikan, penderita
cacat, orang-orang miskin dan orang tua serta pensiunan (Soedijana,
Yohanes, Setyardi, 2008).
Sejarah Hukum Ekonomi Indonesia juga pernah menganut sistem ekonomi
Pancasila, yang menurut Emil Salim menpunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sistem ekonomi pasar dengan unsur perencanaan
b. Berprinsip keselarasan, karena Indonesia menganut paham demokrasi
ekonomi dengan azas perikehidupan keseimbangan. Keseimbangan antara
kepentingan individu dan masyarakat
c. Kerakyatan, artinya sistem ekonomi ditujukan untuk kepentingan rakyat banyak
d. Kemanusiaan, maksudnya sistem ekonomi yang memungkinkan pengembangan unsur kemanusiaan
Apakah hukum diperlukan dalam mengelola perekonomian negara? Masih
banyak masyarakat yang bertanya demikian karena terkadang hukum lebih
banyak dianggap sebagai faktor penghambat daripada sebagai faktor yang
melandasi ekonomi. Walaupun demikian sudah seharusnya ada hukum yang
mengatur dan mengelola perekonomian negara, karena pada dasarnya hukum
mempunyai beberapa peranan dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Peranan
hukum (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008) tersebut antara lain adalah :
a. Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
b. Hukum sebagai sarana pembangunan
c. Hukum sebagai sarana penegak keadilan
d. Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat
Dari beberapa syarat tentang hukum yang ditulis dalam Bab (2), buku
Ekonomi Pembangunan Indonesia yang patut dipertimbangkan yaitu :
a. Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus berdasarkan falsafah kenegaraan Pancasila dan UUD 1945
b. Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus mengandung dan
memupuk nilai-nilai baru yang mengubah nilai-nilai sosial yang bersumber
pada kesukuan dan kedaerahan menjadi nilai-nilai sosial yang bersumber
memupuk kehidupan dalam ikatan kenegaraan secara nasional
c. Bahwa sistem hukum nasional itu mengandung kemungkinan untuk
menjamin dinamika dalam rangka pembaharuan hukum nasional itu sendiri,
sehingga secara kontinyu dapat mempersiapkan pembangunan dan pembaharuan
masyarakat di masa berikutnya
Setelah pemerintah daerah dan kota membuat perangkat hukum, yang menjadi
tugas selanjutnya adalah perlunya sosialisasi dalam penerapan hukum
ekonomi di daerah dan kota. Sosialisasi ini bertujuan agar setiap
pelaku ekonomi daerah dan kota mengetahui batasan-batasan hukum dan
sanksi hukum dengan jelas.
Peran pemerintah daerah juga diperlukan dalam peningkatan perekonomoian
Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Boediono di Jakarta,
Kompas, Rabu (19/12), selama ini kontribusi pemerintah daerah (pemda)
masih minim. Lebih lanjut Boediono mengatakan, masih ada beberapa
rencana tindak yang belum tuntas dalam paket kebijakan ekonomi, baik
dalam kebijakan perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan
infrastruktur, usaha mikro-kecil-menengah (UMKM), maupun kebijakan
sektor keuangan. Oleh karena itu, masih diperlukan paket kebijakan
lanjutan yang akan dikeluarkan pada tahun 2008. “Inti pokoknya, paket
itu merupakan alat mengoordinasi kebijakan dan mengarahkan peta jalan
selama dua tahun ke depan (2008-2009). Nanti, apakah matriks itu
dipayungi inpres (instruksi presiden) atau apa, tidak jadi masalah,”
ujar Boediono (sekarang Wakil Presiden RI).
Ketua Tim Pengawas Pencapaian Paket Kebijakan Ekonomi Jannes Hutagalung
pada era Menko Perekonomian Boediono mengatakan, fungsi pemda akan
diperbanyak dalam pelaksanaan rencana tindak paket kebijakan ekonomi
2008. Itu disebabkan sebagian besar pelaksanaan programnya ada di
daerah. “Misalnya, program UMKM. Untuk sektor ini, kami akan lebih
meningkatkan kerja sama dengan pemda,” kata Jannes. Sebenarnya, ujar
Jannes, dalam paket kebijakan ekonomi terdahulu sudah diatur tentang
penunjukan pejabat di kabupaten dan kota untuk membantu tugas pengawasan
yang dibentuk Menko Perekonomian. Namun, belum semua kabupaten dan kota
melaksanakannya. Boediono menambahkan, “Harapan kami kalau ada pejabat
yang ditugaskan di setiap kabupaten, kami bisa berkomunikasi dengan
baik.” Pemerintah memastikan paket kebijakan ekonomi yang sudah
digulirkan sejak tahun 2006 akan berubah wujud, terutama dalam bentuk
legalitasnya.
Hal itu dimungkinkan karena paket kebijakan ekonomi tersebut tidak akan
ditertibkan dalam bentuk inpres, tetapi produk hukum lain yang lebih
kuat. Aspek yang tercakup antara lain adalah perbaikan iklim investasi,
percepatan pembangunan infrastruktur, reformasi sektor keuangan, dan
UMKM. Keberadaan rencana tindak dalam paket kebijakan akan memudahkan
pengawasan oleh masyarakat. Kebijakan paket kebijakan ekonomi terdahulu
diatur dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan
Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM (Kompas, 19 Desember
2008).
III. PENUTUP
Kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga
perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan
kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi
keadilan bagi para pelaku ekonomi.
Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku di setiap kelompok sosial
atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada
kelompok sosial atau bangsa tersebut. Sehingga aspek hukum harus dibuat
berdasarkan tingkat kepentingan yang muncul pada suatu masyarakat di
suatu wilayah, untuk itulah perlu dibuat aspek hukum yang sejalan dengan
kebijakan otonomi daerah dalam kerangka pemerataan kesejahteraan
nasional.
Pelaksanaan hukum ekonomi sendiri perlu terus diawasi sehingga tidak
menimbulkan distorsi tetapi justru dapat meningkatkan perekonomian itu
sendiri. Seperti contoh : Otonomi daerah yang bila dilaksanakan dengan
baik dapat memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk
berinovasi bagi kesejahteraan daerahnya bukan untuk menonjolkan sisi
kedaerahannya masing-masing.
Komitmen dan institusi pengawasan yang baik juga perlu dikembangkan agar
penegakan hukum dapat berlaku baik bagi masyarakat maupun aparat hukum
itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
• Koran Kompas, Rabu, 19 Desember 2008
• Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008
• Lipsey, Richard G., Peter O. Steiner, Douglas D. Purvis and Paul N. Courant. Economics. Binarupa Aksara, Jakarta. 1991.
• Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009
• Soedijana, F.X., Triyana Yohanes dan Untung Setyardi. Ekonomi
Pembangunan Indonesia (Tinjauan Aspek Hukum). Universitas Atma Jaya,
Yogyakarta. 2008
• Soetandyo Wignosubroto, Bhenyamin Hoessein, Djoermansah Djohan,
Robert A. Simanjuntak, Syarif Hidayat, B.N. Marbun, Sadu Wasisitiono
dan Sutoro Eko. Pasang – Surut Otonomi Daerah. Institute for Local
Development, Jakarta, 2005.
Tampilkan postingan dengan label semester 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label semester 4. Tampilkan semua postingan
Jumat, 08 Juni 2012
HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Apakah hukum perdata itu ?
Menurut
Subekti, : “ Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat
materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan “. (Subekti, 1980, hlm. 9).
Sri
Soedewi Masjchoen Sofwan mengatakan, “ Hukum Perdata adalah hukum yang
mengatur kepentingan antara warga negara perseorangan yang satu dengan
warga negara perseorangan yang lain “. (Sofwan, 1975, hlm. 1)
Wirjono
Prodjodikoro mengatakan, “ Hukum Perdata adalah suatu rangkaian hukum
antara orang-orang atau badan hukum satu sama lain tentang hak dan
kewajiban “. (Prodjodikoro, 1975, hlm. 7 – 11).
Dari
definisi-definisi tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa yang
dimaksudkan dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan
hukum antara orang/badan hukum yang satu dengan orang/badan hukum yang
lain di dalam masyarakat dengan menitikberatkan kepada kepentingan
perseorangan (pribadi/badan hukum). Hukum perdatalah yang mengatur dan
menentukan, agar dalam pergaulan masyarakat orang dapat saling
mengetahui dan menghormati hak-hak dan kewajiban-kewajiban antar
sesamanya, sehingga kepentingan tiap-tiap orang dapat terjamin dan
terpelihara dengan sebaik-baiknya.
Hukum Perdata Dalam Arti Luas dan Hukum Perdata Dalam Arti Sempit
Hukum
perdata arti luas ialah bahwa hukum sebagaimana tertera dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (BW), Kitab Undang-undang Hukum Dagang (WvK)
beserta sejumlah undang-undang yang disebut undang-undang yang disebut
undang-undang tambahan lainnya. Undang-undang mengenai Koperasi,
undang-undang nama perniagaan.
Hukum Perdata dalam arti sempit ialah hukum perdata sebagaimana terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW).\
Hukum
perdata dalam arti luas meliputi semua hukum “Privat materiil”, yaitu
segala hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan. Hukum perdata
ada kalanya dipakai dalam arti sempit, sebagai lawan “hukum dagang”.
(Subekti, 1978, hlm. 9).
Dengan
perkataan lain, hukum perdata dalam arti luas ialah meliputi semua
peraturan-peraturan hukum perdata baik yang tercantum dalam KUH
Perdata/BW maupun dalam KUHD dan undang-undang lainnya. Hukum perdata
(sebagaimana tertera dalam KUH Perdata/BW) mempunyai hubungan yang erat
dengan hukum hubungan dagang (KUHD). Hal itu tampak jelas dari isi
ketentuan Pasal 1 KUHD. Mengenai hubungan kedua hukum tersebut dikenal
adanya adagium lex specialis derogat legi generali (hukum yang khusus :
KUHD mengesampingkan hukum yang umum : KUH Perdata).
Jelas
dari isi ketentuan Pasal 1 KUHD. Mengenai hubungan kedua hukum tersebut
dikenal adanya adagium lex specialis derogat legi generali (hukum yang
khusus : KUHD mengesampingkan hukum yang umum : KUH Perdata).
Hukum Perdata Material dan Hukum Perdata Format
Hukum perdata dilihat dari segi fungsinya dibedakan menjadi dua :
§
Hukum Perdata material ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hak-hak
dan kewajiban-kewajiban perdata itu sendiri. Dengan kata lain, bahwa
hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap
subjek hukum.
§
Hukum perdata formal menentukan tata cara menurut mana pemenuhan
hak-hak material tersebut dapat dijamin. Dengan kata lain, bahwa hukum
perdata formal mengatur bagaimana tata cara seseorang menuntut haknya
apabila dirugikan oleh orang lain. Hukum perdata formal mempertahankan
hukum perdata material, karena hukum perdata formal berfungsi menerapkan
hukum perdata material apabila ada yang melanggarnya. Hukum perdata
formal sering juga disebut hukum acara perdata.
Hukum Perdata di Indonesia
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek
(atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas
konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia
Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
- Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
- Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
- Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
- Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika
yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan
masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Contoh Kasus hukum Perdata tentang Perceraian
( Kekerasan Dalam rumah Tangga)
Perkara Cerai Susan Karena Kekerasan Rumah Tangga
Contoh kasus dari seorang istri yang hendak mengajukan gugatan cerai pada suaminya di Pengadilan Agama ( PA ), adapaun data/identitasnya adalah sebagai berikut :
Nama : Maudi
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Menikah
Anak : 1 anak laki-laki, umur 4 tahun
Cerita Permasalahan / Kronologis
Maudi menikah di Jakarta dengan suaminya 5 tahun yang lalu (th 2007). Dikaruniai 1 orang putra berumur 4 tahun. Sudah lama sebenarnya Maudi mengalami kekerasan dalam rumah tangga, Suaminya adalah pengangguran yang tidak jelas kerjanya apa dan sering berprilaku sangat kasar pada Maudi, seperti membentak, berkata kotor, melecehkan dan yang terparah adalah sering memukul. Sehingga akhirnya Maudi sering tidak tahan sampai berpikir untuk bercerai saja. Adanya musyawarah dan pertemuan keluarga sudah diadakan beberapa kali tapi tetap tidak merubah prilaku suaminya tersebut. Bahkan sedimikian parahnya dimana si suami melepas tanggung-jawabnya sebagai seorang suami dan ayah karena sudah 2 tahun ini si suami tidak memberikan nafkah lahir untuk sang Istri dan anaknya. Sampai akhirnya, Maudi merasa terncam jiwanya dimana terjadi kejadian pada bulan April 2010, Maudi dipukul / ditonjok matanya sampai biru yang berujung pada kekerasan terhadap anak semata wayangnya juga. Setelah kejadian itu Maudi memutuskan untuk bercerai saja.
Proses Cerai
Menentukan Pengadilan Mana yang Berwenang
Maudi langsung ancang-ancang mempersiapkan perceraiannya. Dalam hal ini Maudi tidak boleh salah menentukan pengadilan mana yang berwenang mengadili perkara cerainya. Karena bila salah mendaftarkan gugatan cerai di Pengadilan yang tidak berwenang maka gugatannya tersebut dapat ditolak oleh hakim. Dalam Undang-undang diatur bila yang mengajukan gugatan cerai si istri (beragama Islam) maka Pengadilan Agama yang berwenangnya adalah Pengadilan Agama di wilayah yang sesuai dengan wilayah tempat tinggal terakhir si istri.
Catatan :
Jadi Pengadilan Agama yg berwenang memproses perkara perceraian adalah Pengadilan Agama yg sesuai dari wilayah si istri, bukan-lah harus Pengadilan Agama yg sesuai dari KTP si istri / suami atau bukanlah berdasarkan Pengadilan Agama sesuai wilayah dimana mereka dulu menikah.
Contoh kasus dari seorang istri yang hendak mengajukan gugatan cerai pada suaminya di Pengadilan Agama ( PA ), adapaun data/identitasnya adalah sebagai berikut :
Nama : Maudi
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Menikah
Anak : 1 anak laki-laki, umur 4 tahun
Cerita Permasalahan / Kronologis
Maudi menikah di Jakarta dengan suaminya 5 tahun yang lalu (th 2007). Dikaruniai 1 orang putra berumur 4 tahun. Sudah lama sebenarnya Maudi mengalami kekerasan dalam rumah tangga, Suaminya adalah pengangguran yang tidak jelas kerjanya apa dan sering berprilaku sangat kasar pada Maudi, seperti membentak, berkata kotor, melecehkan dan yang terparah adalah sering memukul. Sehingga akhirnya Maudi sering tidak tahan sampai berpikir untuk bercerai saja. Adanya musyawarah dan pertemuan keluarga sudah diadakan beberapa kali tapi tetap tidak merubah prilaku suaminya tersebut. Bahkan sedimikian parahnya dimana si suami melepas tanggung-jawabnya sebagai seorang suami dan ayah karena sudah 2 tahun ini si suami tidak memberikan nafkah lahir untuk sang Istri dan anaknya. Sampai akhirnya, Maudi merasa terncam jiwanya dimana terjadi kejadian pada bulan April 2010, Maudi dipukul / ditonjok matanya sampai biru yang berujung pada kekerasan terhadap anak semata wayangnya juga. Setelah kejadian itu Maudi memutuskan untuk bercerai saja.
Proses Cerai
Menentukan Pengadilan Mana yang Berwenang
Maudi langsung ancang-ancang mempersiapkan perceraiannya. Dalam hal ini Maudi tidak boleh salah menentukan pengadilan mana yang berwenang mengadili perkara cerainya. Karena bila salah mendaftarkan gugatan cerai di Pengadilan yang tidak berwenang maka gugatannya tersebut dapat ditolak oleh hakim. Dalam Undang-undang diatur bila yang mengajukan gugatan cerai si istri (beragama Islam) maka Pengadilan Agama yang berwenangnya adalah Pengadilan Agama di wilayah yang sesuai dengan wilayah tempat tinggal terakhir si istri.
Catatan :
Jadi Pengadilan Agama yg berwenang memproses perkara perceraian adalah Pengadilan Agama yg sesuai dari wilayah si istri, bukan-lah harus Pengadilan Agama yg sesuai dari KTP si istri / suami atau bukanlah berdasarkan Pengadilan Agama sesuai wilayah dimana mereka dulu menikah.
Bila
yang mengajukan gugatan cerai si suami (beragama Islam) maka Pengadilan
Agama adalah Pengadilan Agama di wilayah yang sesuai dengan wilayah
tempat tinggal si istri.
Catatan :
Jadi Pengadilan Agama yg berwenang memproses perkara perceraian adalah Pengadilan Agama yg sesuai dari wilayah si istri, bukan-lah harus Pengadilan Agama yg sesuai dari KTP si istri / suami atau bukanlah berdasarkan Pengadilan Agama sesuai wilayah dimana mereka dulu menikah.
Di Jakarta ada 5 Pengadilan Agama (PA), untuk menentukan secara tepat PA mana yang berwenang memproses perkara cerainya Maudi. Maka susan harus mengetahui persis alamat tempat tinggalnya yang saat ini ia tinggali, yakni alama tepatnya di bilangan Tebet ( Jakarta Selatan ). Jadi pengadilan yang tepat mengadili perkara cerai Maudi adalah PA Jakarta Selatan. Maudi mencari alamat PA Jakarta Selatan, yaitu di Jl. Rambutan VII, No. 48, Pejaten Barat, Jakarta Selatan.
Saran utk persiapan proses cerai :
• Menentukan dengan benar pengadilan manakah yang berwenang mengadili perkara cerainya;
• Survey langsung ke pengadilan tersebut;
• Mencari informas di pengadilan berwenang tersebut utk mendapatkan informasi proses cerai sebanyak-banyaknya (seperti: apa syarat-syarat mengajukan gugatan cerai, bagaimana menyusun gugatan, berapa biaya daftar gugatan dll).
Perlukah jasa pengacara?
Dari hasil informasinya itu, Maudi menentukan untuk tidak menggunakan jasa seorang pengacara, karena :
• Maudi punya banyak waktu untuk menghadiri sidang perceraiannya; dan
• Maudi tidak punya banyak uang untuk menyewa seorang pengacara yang mungkin bisa mengeruk biaya sekitar Rp 5jt – 10jt lebih.
• Umumnya penggunaan jasa pengacara digunakan pada orang yang waktunya sempit (sibuk bekerja) dan adanya hak dan kewajiban yang mungkin sulit dipertahankan dalam proses perceraiannya.
Catatan :
Jadi Pengadilan Agama yg berwenang memproses perkara perceraian adalah Pengadilan Agama yg sesuai dari wilayah si istri, bukan-lah harus Pengadilan Agama yg sesuai dari KTP si istri / suami atau bukanlah berdasarkan Pengadilan Agama sesuai wilayah dimana mereka dulu menikah.
Di Jakarta ada 5 Pengadilan Agama (PA), untuk menentukan secara tepat PA mana yang berwenang memproses perkara cerainya Maudi. Maka susan harus mengetahui persis alamat tempat tinggalnya yang saat ini ia tinggali, yakni alama tepatnya di bilangan Tebet ( Jakarta Selatan ). Jadi pengadilan yang tepat mengadili perkara cerai Maudi adalah PA Jakarta Selatan. Maudi mencari alamat PA Jakarta Selatan, yaitu di Jl. Rambutan VII, No. 48, Pejaten Barat, Jakarta Selatan.
Saran utk persiapan proses cerai :
• Menentukan dengan benar pengadilan manakah yang berwenang mengadili perkara cerainya;
• Survey langsung ke pengadilan tersebut;
• Mencari informas di pengadilan berwenang tersebut utk mendapatkan informasi proses cerai sebanyak-banyaknya (seperti: apa syarat-syarat mengajukan gugatan cerai, bagaimana menyusun gugatan, berapa biaya daftar gugatan dll).
Perlukah jasa pengacara?
Dari hasil informasinya itu, Maudi menentukan untuk tidak menggunakan jasa seorang pengacara, karena :
• Maudi punya banyak waktu untuk menghadiri sidang perceraiannya; dan
• Maudi tidak punya banyak uang untuk menyewa seorang pengacara yang mungkin bisa mengeruk biaya sekitar Rp 5jt – 10jt lebih.
• Umumnya penggunaan jasa pengacara digunakan pada orang yang waktunya sempit (sibuk bekerja) dan adanya hak dan kewajiban yang mungkin sulit dipertahankan dalam proses perceraiannya.
Sumber:
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2263433-pengertian-hukum-perdata/#ixzz1oL07lcND
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia#Hukum_perdata_Indonesia
http://zaharast91.blogspot.com/2011/02/contoh-kasus-hukum-perdata-di-indonesia.html
Hukum Perdata dan Hukum Pidana
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa,
hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik
perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya
dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam,
maka dominasi hukum atau Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang
perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga
berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam perundang-undangan atau
yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari
masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.
Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan. COntoh : hukum pidana dituliskan pada KUHPidana, hukum perdata dicantumkan pada KUHPerdata.
2. Hukum Tidak Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam perundang-undangan. Contoh : hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan pada perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu.
Hukum tertulis sendiri masih dibagi menjadi dua, yakni hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan. Dikodifikasikan artinya hukum tersebut dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan. Indonesia menganut hukum tertulis yang dikodifikasi. Kelebihannya adalah adanya kepastian hukum dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kekurangannya adalah hukum tersebut bila dikonotasikan bergeraknya lambat atau tidak dapat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju.
Menurut sifatnya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum yang mengatur, yakni hukum yang dapat diabaikan bila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
2. Hukum yang memaksa, yakni hukum yang dalam keadaan apapun memiliki paksaan yang tegas.
Menurut sumbernya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Undang-Undang, yakni hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2. Hukum Kebiasaan (adat), yakni hukum yang ada di dalam peraturan-peraturan adat.
3. Hukum Jurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk karena keputusan hakim di masa yang lampau dalam perkara yang sama.
4. Hukum Traktat, yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara negara yang terlibat di dalamnya.
Menurut tempat berlakunyanya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2. HUkum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara.
3. Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di negara asing
1.Hukum perdata Indonesia
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
• Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
• Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
• Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
2.Hukum pidana Indonesia
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
3.Hukum tata negara
PENGERTIAN HUKUM TATA NEGARA
Hukum tata Negara dalam arti luas meliputi :
1. Hukum tata usaha Negara/ hukum administrasi / hukum pemerintah
2. hukum tata Negara
Hukum tata Negara dalam arti sempit, ialah Hukum tata Negara
Jadi kesimpulan hukum tata Negara menurut para pakar adalah:
Peraturan-peraturan yang mengatur organisasai Negara dari tingkat atas
sampai bawah,sturktur,tugas&wewenang alat perlengkapan Negara
hubungan antara perlengkapan tersebut secara hierarki maupun
horizontal,wilayah Negara,kedudukan warganegara serta hak-hak asasnya
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara.
4.Hukum tata usaha (administrasi) negara
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara dimana negara dalam
5.Hukum acara perdata Indonesia
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh
6.Hukum acara pidana Indonesia
Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
6.1 Asas dalam hukum acara pidana
Asas didalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
• Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
• Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
• Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
• Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
• Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
7.Hukum antar tata hukum
Hukum antar tata hukum adalah hukum yang mengatur hubungan antara dua golongan atau lebih yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda.
8.Hukum adat di Indonesia
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.
Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia).
Pendapat lain terkait bentuk dari hukum adat, selain hukum tidak tertulis, ada juga hukum tertulis. Hukum tertulis ini secara lebih detil terdiri dari hukum ada yang tercatat (beschreven), seperti yang dituliskan oleh para penulis sarjana hukum yang cukup terkenal di Indonesia, dan hukum adat yang didokumentasikan (Wilayah hukum adat di Indonesia gedocumenteerch) seperti dokumentasi awig-awig di Bali.
Menurut hukum adat, wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi beberapa lingkungan atau lingkaran adat (Adatrechtkringen).
Seorang pakar Belanda, Cornelis van Vollenhoven adalah yang pertama mencanangkan gagasan seperti ini. Menurutnya daerah di Nusantara menurut hukum adat bisa dibagi menjadi 23 lingkungan adat berikut:
1. Aceh
2. Gayo dan Batak
3. Nias dan sekitarnya
4. Minangkabau
5. Mentawai
6. Sumatra Selatan
7. Enggano
8. Melayu
9. Bangka dan Belitung
10. Kalimantan (Dayak)
11. Sangihe-Talaud
12. Gorontalo
13. Toraja
14. Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar)
15. Maluku Utara
16. Maluku Ambon
17. Maluku Tenggara
18. Papua
19. Nusa Tenggara dan Timor
20. Bali dan Lombok
21. Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran)
22. Jawa Mataraman
23. Jawa Barat (Sunda).
8.1 Penegak hukum adat
Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.
8.2 Aneka Hukum Adat
Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh
1. Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
3. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
8.3 Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus sala satu adat suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut, dimana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau prangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
1. Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
9.Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis baik melalui pemilu atau referendum maupun amandemen terhadap UUD 1945 secara tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
10.Istilah hukum
10.1 Advokat
Sejak berlakunya UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat, sebutan bagi seseorang yang berprofesi memberikan bantuan hukum secara swasta - yang semula terdiri dari berbagai sebutan, seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, penasihat hukum - adalah advokat.
10.2 Advokat dan pengacara
Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun 2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan. Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi advokat saja.
Dahulu yang membedakan keduanya yaitu Advokat adalah seseorang yang memegang izin ber"acara" di Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk "beracara" di seluruh wilayah Republik Indonesia sedangkan Pengacara Praktek adalah seseorang yang memegang izin praktek / beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat dimana wilayah beracaranya adalah "hanya" diwilayah Pengadilan Tinggi yang mengeluarkan izin praktek tersebut. Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku maka yang berwenang untuk mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi Advokat.(Pengacara dan Pengacara Praktek/pokrol dst seteah UU No. 18 tahun 2003 dihapus).
10.3 Konsultan hukum
Konsultan hukum atau dalam bahasa Inggris counselor at law atau legal consultant adalah orang yang berprofesi memberikan pelayanan jasa hukum dalam bentuk konsultasi, dalam sistem hukum yang berlaku di negara masing-masing. Untuk di Indonesia, sejak UU nomor 18 tahun 2003 berlaku, semua istilah mengenai konsultan hukum, pengacara, penasihat hukum dan lainnya yang berada dalam ruang lingkup pemberian jasa hukum telah distandarisasi menjadi advokat.
10.4 Jaksa dan polisi
Dua institusi publik yang berperan aktif dalam menegakkan hukum publik di Indonesia adalah kejaksaan dan kepolisian. Kepolisian atau polisi berperan untuk menerima, menyelidiki, menyidik suatu tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup wilayahnya. Apabila ditemukan unsur-unsur tindak pidana, baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku (tersangka) akan diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan. Dalam masa penahanan, tersangka akan diminta keterangannya mengenai tindak pidana yang diduga terjadi. Selain tersangka, maka polisi juga memeriksa saksi-saksi dan alat bukti yang berhubungan erat dengan tindak pidana yang disangkakan. Keterangan tersebut terhimpun dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang apabila dinyatakan P21 atau lengkap, akan dikirimkan ke kejaksaan untuk dipersiapkan masa persidangannya di pengadilan. Kejaksaan akan menjalankan fungsi pengecekan BAP dan analisa bukti-bukti serta saksi untuk diajukan ke pengadilan. Apabila kejaksaan berpendapat bahwa bukti atau saksi kurang mendukung, maka kejaksaan akan mengembalikan berkas tersebut ke kepolisian, untuk dilengkapi. Setelah lengkap, maka kejaksaan akan melakukan proses penuntutan perkara.
Daftar Pustaka
• Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung.
• Hilman H, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,Bandung.
• Mahadi, 1991, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Alumni, Bandung.
• Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press.
• Seminar Hukum Nasional VII, Jakarta, 12 s/d 15 Oktober 1999. Djaren Saragih, 1984
• Soerjo W, 1984, Pengantardan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung.
• Soemardi Dedi, SH. Pengantar Hukum Indonesia, IND-HILL-CO Jakarta.
• Soekamto Soerjono, Prof, SH, MA, Purbocaroko Purnadi, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti PT, Bandung 1993
• Djamali Abdoel R, SH, Pengantar hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada PT, Jakarta 1993.
• Tim Dosen UI, Buku A Pengantar hukum Indonesia
Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan. COntoh : hukum pidana dituliskan pada KUHPidana, hukum perdata dicantumkan pada KUHPerdata.
2. Hukum Tidak Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam perundang-undangan. Contoh : hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan pada perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu.
Hukum tertulis sendiri masih dibagi menjadi dua, yakni hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan. Dikodifikasikan artinya hukum tersebut dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan. Indonesia menganut hukum tertulis yang dikodifikasi. Kelebihannya adalah adanya kepastian hukum dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kekurangannya adalah hukum tersebut bila dikonotasikan bergeraknya lambat atau tidak dapat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju.
Menurut sifatnya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum yang mengatur, yakni hukum yang dapat diabaikan bila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
2. Hukum yang memaksa, yakni hukum yang dalam keadaan apapun memiliki paksaan yang tegas.
Menurut sumbernya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Undang-Undang, yakni hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2. Hukum Kebiasaan (adat), yakni hukum yang ada di dalam peraturan-peraturan adat.
3. Hukum Jurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk karena keputusan hakim di masa yang lampau dalam perkara yang sama.
4. Hukum Traktat, yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara negara yang terlibat di dalamnya.
Menurut tempat berlakunyanya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2. HUkum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara.
3. Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di negara asing
1.Hukum perdata Indonesia
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
• Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
• Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
• Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
• Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
2.Hukum pidana Indonesia
Berdasarkan isinya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hukum privat dan hukum publik (C.S.T Kansil).Hukum privat adalah hukum yg mengatur hubungan orang perorang, sedangkan hukum publik adalah hukum yg mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan pidana (sanksi). Di Indonesia, pengaturan hukum pidana materiil diatur dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Hukum pidana formil mengatur tentang pelaksanaan hukum pidana materiil. Di Indonesia, pengaturan hukum pidana formil telah disahkan dengan UU nomor 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHAP).
3.Hukum tata negara
PENGERTIAN HUKUM TATA NEGARA
Hukum tata Negara dalam arti luas meliputi :
1. Hukum tata usaha Negara/ hukum administrasi / hukum pemerintah
2. hukum tata Negara
Hukum tata Negara dalam arti sempit, ialah Hukum tata Negara
Jadi kesimpulan hukum tata Negara menurut para pakar adalah:
Peraturan-peraturan yang mengatur organisasai Negara dari tingkat atas
sampai bawah,sturktur,tugas&wewenang alat perlengkapan Negara
hubungan antara perlengkapan tersebut secara hierarki maupun
horizontal,wilayah Negara,kedudukan warganegara serta hak-hak asasnya
Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara.
4.Hukum tata usaha (administrasi) negara
Hukum tata usaha (administrasi) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara. Yaitu hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara memiliki kemiripan dengan hukum tata negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum tata negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara dimana negara dalam
5.Hukum acara perdata Indonesia
Hukum acara perdata Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum perdata. Dalam hukum acara perdata, dapat dilihat dalam berbagai peraturan Belanda dulu(misalnya; Het Herziene Inlandsh
6.Hukum acara pidana Indonesia
Hukum acara pidana Indonesia adalah hukum yang mengatur tentang tata cara beracara (berperkara di badan peradilan) dalam lingkup hukum pidana. Hukum acara pidana di Indonesia diatur dalam UU nomor 8 tahun 1981.
6.1 Asas dalam hukum acara pidana
Asas didalam hukum acara pidana di Indonesia adalah:
• Asas perintah tertulis, yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang sesuai dengan UU.
• Asas peradilan cepat, sederhana, biaya ringan, jujur, dan tidak memihak, yaitu serangkaian proses peradilan pidana (dari penyidikan sampai dengan putusan hakim) dilakukan cepat, ringkas, jujur, dan adil (pasal 50 KUHAP).
• Asas memperoleh bantuan hukum, yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP).
• Asas terbuka, yaitu pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP).
• Asas pembuktian, yaitu tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU.
7.Hukum antar tata hukum
Hukum antar tata hukum adalah hukum yang mengatur hubungan antara dua golongan atau lebih yang tunduk pada ketentuan hukum yang berbeda.
8.Hukum adat di Indonesia
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul "De Atjehers" menyebutkan istilah hukum adat sebagai "adat recht" (bahasa Belanda) yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial (social control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia.
Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia).
Pendapat lain terkait bentuk dari hukum adat, selain hukum tidak tertulis, ada juga hukum tertulis. Hukum tertulis ini secara lebih detil terdiri dari hukum ada yang tercatat (beschreven), seperti yang dituliskan oleh para penulis sarjana hukum yang cukup terkenal di Indonesia, dan hukum adat yang didokumentasikan (Wilayah hukum adat di Indonesia gedocumenteerch) seperti dokumentasi awig-awig di Bali.
Menurut hukum adat, wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi menjadi beberapa lingkungan atau lingkaran adat (Adatrechtkringen).
Seorang pakar Belanda, Cornelis van Vollenhoven adalah yang pertama mencanangkan gagasan seperti ini. Menurutnya daerah di Nusantara menurut hukum adat bisa dibagi menjadi 23 lingkungan adat berikut:
1. Aceh
2. Gayo dan Batak
3. Nias dan sekitarnya
4. Minangkabau
5. Mentawai
6. Sumatra Selatan
7. Enggano
8. Melayu
9. Bangka dan Belitung
10. Kalimantan (Dayak)
11. Sangihe-Talaud
12. Gorontalo
13. Toraja
14. Sulawesi Selatan (Bugis/Makassar)
15. Maluku Utara
16. Maluku Ambon
17. Maluku Tenggara
18. Papua
19. Nusa Tenggara dan Timor
20. Bali dan Lombok
21. Jawa dan Madura (Jawa Pesisiran)
22. Jawa Mataraman
23. Jawa Barat (Sunda).
8.1 Penegak hukum adat
Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.
8.2 Aneka Hukum Adat
Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh
1. Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
3. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
8.3 Pengakuan Adat oleh Hukum Formal
Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupkan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus sala satu adat suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah pada saat ritual adat suku tersebut, dimana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau prangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap "hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat" sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi :
1. Penyamaan persepsi mengenai "hak ulayat" (Pasal 1)
2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat (Pasal 2 dan 5).
3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya (Pasal 3 dan 4)
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya.
Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria No.5 / 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
9.Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia belum bisa ditegakkan secara menyeluruh, karena belum adanya dukungan yang penuh dari segenap lapisan masyarakat secara demokratis baik melalui pemilu atau referendum maupun amandemen terhadap UUD 1945 secara tegas dan konsisten. Aceh merupakan satu-satunya provinsi yang banyak menerapkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama, sesuai pasal 15 ayat 2 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu : Peradilan Syariah Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum.
10.Istilah hukum
10.1 Advokat
Sejak berlakunya UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat, sebutan bagi seseorang yang berprofesi memberikan bantuan hukum secara swasta - yang semula terdiri dari berbagai sebutan, seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, penasihat hukum - adalah advokat.
10.2 Advokat dan pengacara
Kedua istilah ini sebenarnya bermakna sama, walaupun ada beberapa pendapat yang menyatakan berbeda. Sebelum berlakunya UU nomor 18 tahun 2003, istilah untuk pembela keadilan plat hitam ini sangat beragam, mulai dari istilah pengacara, penasihat hukum, konsultan hukum, advokat dan lainnya. Pengacara sesuai dengan kata-kata secara harfiah dapat diartikan sebagai orang yang beracara, yang berarti individu, baik yang tergabung dalam suatu kantor secara bersama-sama atau secara individual yang menjalankan profesi sebagai penegak hukum plat hitam di pengadilan. Sementara advokat dapat bergerak dalam pengadilan, maupun bertindak sebagai konsultan dalam masalah hukum, baik pidana maupun perdata. Sejak diundangkannya UU nomor 18 tahun 2003, maka istilah-istilah tersebut distandarisasi menjadi advokat saja.
Dahulu yang membedakan keduanya yaitu Advokat adalah seseorang yang memegang izin ber"acara" di Pengadilan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman serta mempunyai wilayah untuk "beracara" di seluruh wilayah Republik Indonesia sedangkan Pengacara Praktek adalah seseorang yang memegang izin praktek / beracara berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi setempat dimana wilayah beracaranya adalah "hanya" diwilayah Pengadilan Tinggi yang mengeluarkan izin praktek tersebut. Setelah UU No. 18 th 2003 berlaku maka yang berwenang untuk mengangkat seseorang menjadi Advokat adalah Organisasi Advokat.(Pengacara dan Pengacara Praktek/pokrol dst seteah UU No. 18 tahun 2003 dihapus).
10.3 Konsultan hukum
Konsultan hukum atau dalam bahasa Inggris counselor at law atau legal consultant adalah orang yang berprofesi memberikan pelayanan jasa hukum dalam bentuk konsultasi, dalam sistem hukum yang berlaku di negara masing-masing. Untuk di Indonesia, sejak UU nomor 18 tahun 2003 berlaku, semua istilah mengenai konsultan hukum, pengacara, penasihat hukum dan lainnya yang berada dalam ruang lingkup pemberian jasa hukum telah distandarisasi menjadi advokat.
10.4 Jaksa dan polisi
Dua institusi publik yang berperan aktif dalam menegakkan hukum publik di Indonesia adalah kejaksaan dan kepolisian. Kepolisian atau polisi berperan untuk menerima, menyelidiki, menyidik suatu tindak pidana yang terjadi dalam ruang lingkup wilayahnya. Apabila ditemukan unsur-unsur tindak pidana, baik khusus maupun umum, atau tertentu, maka pelaku (tersangka) akan diminta keterangan, dan apabila perlu akan ditahan. Dalam masa penahanan, tersangka akan diminta keterangannya mengenai tindak pidana yang diduga terjadi. Selain tersangka, maka polisi juga memeriksa saksi-saksi dan alat bukti yang berhubungan erat dengan tindak pidana yang disangkakan. Keterangan tersebut terhimpun dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang apabila dinyatakan P21 atau lengkap, akan dikirimkan ke kejaksaan untuk dipersiapkan masa persidangannya di pengadilan. Kejaksaan akan menjalankan fungsi pengecekan BAP dan analisa bukti-bukti serta saksi untuk diajukan ke pengadilan. Apabila kejaksaan berpendapat bahwa bukti atau saksi kurang mendukung, maka kejaksaan akan mengembalikan berkas tersebut ke kepolisian, untuk dilengkapi. Setelah lengkap, maka kejaksaan akan melakukan proses penuntutan perkara.
Daftar Pustaka
• Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung.
• Hilman H, 1992, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Mandar Maju,Bandung.
• Mahadi, 1991, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Alumni, Bandung.
• Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press.
• Seminar Hukum Nasional VII, Jakarta, 12 s/d 15 Oktober 1999. Djaren Saragih, 1984
• Soerjo W, 1984, Pengantardan Asas-asas Hukum Adat, P.T. Gunung Agung.
• Soemardi Dedi, SH. Pengantar Hukum Indonesia, IND-HILL-CO Jakarta.
• Soekamto Soerjono, Prof, SH, MA, Purbocaroko Purnadi, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti PT, Bandung 1993
• Djamali Abdoel R, SH, Pengantar hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada PT, Jakarta 1993.
• Tim Dosen UI, Buku A Pengantar hukum Indonesia
CONTOH KASUS HUKUM PERDATA
CONTOH KASUS
HUKUM PERDATA
Banyak
diantara kita yang tidak bisa membedakan mana yang termasuk kasus pidana dan
mana yang termasuk kasus perdata. Itu disebabkan karena memang untuk bebrapa
kasus terjadi kerancuan sehingga sulit sebagai orang awam pasti akan mengalami
kesulitan dalam membedakan kasus-kasus pidana maupun perdata. Berikut
ini adalah beberapa contoh kasus perdata yang biasa terjadi di sekitar kita:
Contoh 1
Contoh 1
A menitipkan
lukisan pada B selama 1 bulan dan akan diambil kembali pada tanggal 10 Januari
2011. B setuju akan perjanjian itu. Ternyata seminggu setelah itu, lukisan
dijual B pada pihak lain. Pada saat tiba waktu mengembalikan tiba tanggal 10
Januari 2011 B mengembalikan lukisan itu dengan lukisan lain yang harganya
separuhnya. Walaupun dalam keadaan marah A tetap menerima lukisan itu setelah B
berjanji akan memberikan lukisan pengganti yang asli seminggu kemudian.
Ternyata seminggu kemudian B tidak juga memberikan lukisan pengganti. Pada saat
awal ketika B menjual lukisan tersebut telah terjadi tindak pidana, tetapi
ketika A menerima cicilan atau barang pengganti dari B, maka kasus ini termasuk
ke dalam kasus perdata.
Contoh 2
Contoh 2
Artis A
merasa terhina dengan sebuah pemberitaan di Tabloid gosip Ibukota karena
diberitakan artis A sebagai pengedar dan pemakai psikotropika. Karena tidak
terima, maka artis A melaporkan tabloid gosip tersebut ke polisi bahwa tabloid
gosip tersebut telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak
menyenangkan terhadap artis A. Maka kasus antara artis A dan tabloid gosip
tersebut termasuk dalam kasus perdata
Contoh 3
Contoh 3
Toko A
menjual kayu jati kepada perusahaan B dan pembayaran atas pembelian kayu jati
tersebut menggunakan sistem tempo 15 hari kemudian. Suatu hari setelah toko A
mengirim kayu jati ke perusahaan B dan berniat menagih 15 hari kemudian baru
diketahui bahwa perusahaan B dalam proses pailit. Khawatir bila tagihan atas
kayu jati tidak terbayar, maka toko A melaporkan perusahaan B ke polisi sambil
membawa bukti-bukti pengiriman dan pembeliatan atas kayu jati tersebut. Laporan
toko A terhadap perusahaan B merupakan laporan kasus perdata, bukan pidana
Contoh 4
Contoh 4
A berhutang
kepada B sejumlah 10 Juta dan A membayar hutangnya dengan menggunakan Bilyet
Giro yang terbagi dalam 4 lembar Bilyet Giro. Selama proses pencairan bilyet
giro tersebut ternyata ada 1 lembar bilyet giro yang tidak bisa dicairkan
karena saldo di rekening giro A tidak cukup. Sisa hutang tersebut tidak terbayar
selama berbulan-bulan sampai akhirnya terjadi kesepakatan antara A dan B bahwa
A akan melakukan penyicilan pembayaran atas sisa hutangnya tersebut. Seiring
berjalannya waktu ternyata A hanya bisa menyicil separo dari sisa hutangnya dan
kemudian B melaporkan A kepada polisi. Kasus ini termasuk kasus perdata karena
B telah menerima cicilan dari A dan telah terjadi kesepakatan antara A dan B
tentang mekanisme penyicilan sisa hutang
Contoh 5
Contoh 5
Bapak A
mempunyai 3 orang anak, yaitu B, C, dan D. Sebelum meninggal, Bapak A telah
menulis surat wasiat yang ditujukan untuk ketiga anaknya tersebut. Dalam surat
wasiat tersebut menyebutkan bagian warisan untuk masing-masing anaknya. Sebulan
setelah Bapak A meninggal terjadi selisih pendapat antara masing-masing anaknya
tersebut hingga menyebabkan perselisihan dalam pembagian harta warisan. Karena
ada yang tidak terima, maka salah satu anak Bapak A melaporkan 2 saudara
lainnya ke polisi. Laporan yang diberikan kepada polisi merupakan laporan atas
kasus perdata.
Sumber : http://carapedia.com/kasus_perdata_info684.html
HUKUM PERDATA ISLAM
HUKUM PERDATA ISLAM
A.Hukum Perdata di Indonesia
1. Pengertian
Istilah
"Hukum Islam" merupakan istilah khas Indonesia, sebagaiterjemehan
Al-Fiqhi al Islami atau dalam konteks tertentu darai al-syri'ahal-Islami,istilah
dalam wacana ahli hukum barat digunakan islamiclaw.Dalam Al-Qur'an maupun al-sunnah,istilah
al-hukum al-islam tidak di jumpai, yang digunakan adalah kata syari'at yang
dalam penjelasannyakemudian lahir fiqh. Kemudian untuk memperoleh gambaran yang
jelasmengenai pengertian hukum islam, terlebih dahulu akan di
jelasakan pengartian syari'at dan fiqh.Kata syri'ah dan devenisinya di
gunakan lima kali dalam Al-Qur'ansecara harfiah syri'ah artinya jalan ke tempat
mata air, atau tempat dilaluisungai. Penggunaannya dalam Al-Qur'an diartikan sebagai
jalan yang jelasyang membawa kemenangan. Dalam terminologi ulama ushul fiqh,
syari'ahadalah titah (khitab) Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf muslim,baliq
dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pilihan, atau perantara (sebab,
syarat atau penghalang). Jadi konteksnya, adalah hukum-hukum yang bersifat praktis
( amaliyah ).Adapun kata fiqh yang dalam Al-Qur'an digunakan dalam
bentuk kata kerja (fi'il) disebut sebanyak 20 kali. Penggunaannya dalam
Al-Qur'an berarti memahami.Secara etimologis,fiqh ratinya paham.Namun
berbedadengan 'ilm yang artinya mengerti,ilmu bisa diperoleh secara nalar
atauwahyu, fiqh menekankan pada penalaran, meski penggunaannya nanti iaterikat
kepada wahyu. Dalam pengertisn terminologis, fiqh adalah hukum hukum syara
yang bersifat praktis (amlaiah) yang diperoleh dari dalil-dalilyang rinci.
Contohnya hukum wajib shalat,diambil dari perintah Allah SWTdalam ayat
"aqimus al-shalat" (dirikan shalat), karena daam Al-Qur'an
tidak dirinci bagaimana tata cara menjalankan shalat, maka dijelaskan
melaluisabda Nabi SAW "Kerjakan shalat, sebagaimana kalian melihat
akumenjalankannya "Dari praktek Nabi inilah, sahabat-sahabat, tabi'in
danfuqaha merumuskan tata aturan shlat yang benar dengan segala syarat
danrukunnya.Penjelesan di atas menunjukan bahwa antara syari'ah dan fiqihmemiliki
hubungan yang erat. Karena fiqih adalah formula yang dipahamidari syari'ah.
Syari'ah tidak bisa dijalankan dengan baik, tanpa dipahamimelalui fiqih atau
pemahaman yang memadai dan di formulasikan secara baku. Fiqih sebagai
hasil usaha memahami, sangat dipengaruhi olehtuntutan ruang dan waktu yang
melingkufi faqih (jamak fuqaha) yangmemformulasikannya. Karena itulah, sangat
wajar jika kemudian terdapat perbedaan-perbedaan dalam rumusan
mereka.Hasbi Ash Shiddiegi mendefinisikan, hukum Islam adalah koleksidaya upaya
para ahli hukum untuk menetapkan syari'at atas kebutuhanmasyarakat. Dalam
khazana ilmu hukum di Indonesia, istilah hukum Islamdipahami sebagai
penggabungan dua kata, hukum dan Islam. Hukiumadalah seperangkata peraturan
tentang tindak tanduk atau tingkah laku yangdiakui oleh suatu negara atau
masyarakat yang berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya. Kemudian
kata hukum didasarkan kata Islam. Jadidapat dipahami bahwa hukum Islam adalah
peraturan yang dirumuskan berdasar wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang
tingkah laku mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua
pemeluk Islam.
B. Latar Belakang
Sejarah
perkembangan hukum Islam di Indonesia tidak dapatdipisahkan dari sejarah Islam
itu sendiri. Membicarakan hukum Islamsamalah artinya dengan membicarakan Islam
sebagai sebuah agama.Islam masuk ke Indonesia pada abad I H atau abad VII M
yang di bawah oleh pedagang-pedagang Arab. Tidaklah berlebihan jika era
iniadalah era di mana hukum Islam untuk pertama kalinya masuk ke wilayahIndonesia.
Martin Van Bruinessen mengatakan penekanan pada aspek fiqihsebenarnya adalah
fenomena yang berkembang belakangan. Pada masa-masa yang paling awal
berkembangnya Islam di Indonesia penekanannyatampak pada Tasauf.Beberapa ahli
menyebut bahwa hukum Islam yang berkembang diIndonesia bercorak Syafi'iyyah.
Ini ditunjukkan dengan bukti-bukti sejarahdi antaranya, Sultan Malik Zahir dari
Samudra pasai adalah seorang ahliagama dan hukum Islam terkenal pada
pertengahan abad ke XIV M.Melalui kerajaan ini, hukum Islam Mazhab Syafi'i di
sebarkan kekerajaan-kerajaan Islam lainnya di kepulauwan Nusantara. Bahkan para
ahlihukum dari kerajaan Malaka (1400-1500 M) sering datang ke
samudra pasai untuk mencari kata putus tentang permasalahan-permasalahan
hukumyang muncul di Malaka.Selanjutnya Nuruddin ar-Raniri (w. 1068 H/1658 M)
yang menulis buku hukum Islam berjudul Sirat al-Mustaqim pada tahun 1628
dapatdisebut sebagai tokoh Islam abad XVII. Kitab sirat al-Mustaqim
merupakan buku hukum Islam yang pertama yang disebarluaskan ke seluruh
Nusantara.Disamping kitab sirat al-Mustaqim, karya-karya fiqih al-Raniri
lainnyadapat dilihat pada jawahir al-Ulum fi Kasf al-Ma'lum, kaifiyat al-salat
dan Taubih al-awu fi Tahqiq al-kalami fi'an Nawafil. Tokoh yang
termasuk angkatan abad XVII selain Raniri adalah Abd al-Rauf as-Sinkili,
iatermasuk mujtahid Nusantara yang menulis karya fiqih.Kemudian pada abad XVIII
M, tokoh Islam dalam bidang hukumIslam adalah Syekh Arsyad al-Banjari, ia
menulis kitab fiqih yang berjudulSabil al-Muhtadin Li Tafaqquh fi Amr al-Din
yang juga bercorak syafi'iyah.Kemudian ulama-ulama fiqih yang lainnya pada
abad-abad berikutnya yang bercorak syafi'iyah.Dari gambaran singkat
diatas, tampak bahawa hampir setiasp masa,selalu saja diisi oleh ulama-ulama fiqih
yang bercorak syafi'iyah dan tasauf sunni. Namun lambat laun, pengaruh
Mazhab Hanafi, mulai diterima.Penerimaan dan pelaksanaan hukum Islam ini, dapat
dilihat padamasa-masa kerajaan Islam awal. Pada zaman kesultanan Islam,
menurutDjatnika, hukum Islam sudah di berlakukan secara resmi sebagai
hukumnegara. Di Aceh atau pada pemerintahan sultan Agung hukum Islam telahdi
berlakukan walau masih tampak sederhana.
C.Kekuatan Hukum Islam di Indonesia
Membicarakan kekuatan hukum dari Hukum Islam di
Indonesia perlu dipahami dari macam produk pemikiran Hukum Islam itu
sendiri.Sebagaimana penulis telah kemukakan bahwa setidaknya ada empat
produk pemikiran hukum Islam yang telah berkembang dan berlaku di
Indonesia,seiring pertumbuhan dan perkembangannya. Empat produk pemikiranHukum
Islam tersebut adalah fiqih, fatwa Ulama-Hakim, Keputusan, pengadilan, dan
perundang-undangan. Persoalannya adalah di mana posisikomposisi Hukum Islam di
Indonesia dalam konteks pruduk pemikiranhukum Islam tersebut.
Amir Syarifuddin, Guru besar IAIN Padang, menyatakan
bahwakompilasi Hukum Islam yang secara formal disahkan melalui
instruksiPresiden Nomor I Tahun 1991 adalah mwerupakan puncak pemikiran
fiqihIndonesia setidaknya hingga sekarang. Pernyataan tersebut didasarkan
padadiadakannya lokakarya Nasional, yang didatangi tokoh ulama fiqih
dariorganisasi-organisasi Islam, Ulama fiqih dari perguruan tinggi
,darimasyarakat umum dan diperkirakan dari semua lapisan ulama fiqih ikutdalam
pembahasan, sehinga patut dinilai sebagai ijma' ulama Indonesia,kompilasi hukum
Islam tersebut diharapkan dapat dipedomani para Hakimdan masyarakat seluruhnya.
Karena pada hakikatnya, secara substansial,kompilasi tersebut dalam sepanjang sejarahnya,
telah menjadi hukum positif yang berlaku dan diakui
keberadaannya.Kompilasi Hukum Islam di Indonesia disahkan melalui
instruksiPresiden Republik Indonesia Nomor I Tahun 1991 tanggal 10 Juni
1991.Kemudian ditindak lanjuti keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun1991
tanggal 22 Juli 1991, tentang pelaksanaan atau penerapan instruksiPreasiden RI
Nomor I Tahun 1991, kemudian disebarluaskan melalui suratedaran direktur
pembinaan Badan Peradilan Agama Islam Nomor 3694/EV/HK. 003/AZ/91 tanggal 25 Juli
1991.
D. Prinsip-prinsip Perkawinan dalam Undang-undang No I 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Di dalam UU perkawinan No I tahun 1974 seperti yang
termuatdalam pasal 1 ayat 2 perkawinan didefinisikan:"Ikatan lahir bathin
antara serorang pria dengan seorang wanitasebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa."Menurut KHI, seperti yang terdapat pada pasal 2
dinyatakan bahwa perkawinan dalam hukum Islam adalah:
"Pernikahan yaitu aqad yang sangat kuat atau
mistsaqan qhalidanuntuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya
merupakanibadah. Berkenan dengan pasal selanjutnya bahwa tujuan
perkawinanadalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,mawaddah
dan rahmah (tentram cinta dan kasih sayang).Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
merupakan pengembangandari hukum perkawinan yang tertuang di dalam
Undang-undang Nomor ITahun 1974. Karena ia tidak dapat lepas dari misi yang
diemban olehUndang-undang perkawinan tersebut, kendatipun cakupannya
hanyaterbatas bagi kepentingan umat Islam.Karena kompilasi dalam banyak hal
merupakan penjelasan Undang-undang Perkawinan, maka prinsip-prinsip atau
asas-asasnya dikemukakandengan
mengacu kepada Undang-undang tersebut.Selanjutnya
dibawah ini akan disebutkan asas-asas yang prinsip atauyang substansial dalam
Undang-undang Perkawinan ini:
1.
Tujuan perkawinan adalah membentuk
keluarga yang bahagiadan kekal.Untuk itu suami dan istri perlu saling
membantu dan melengkapiagar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannyamembantu dan mencapai kesejateraan spritual dan material.
2.
Dalam Undang-undang ini ditegaskan
bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut masing-masingagamanya
dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap perkawinan "harus
dicatat" menurut peraturan perundang-undanganyang berlaku.
3. Undang – undang ini menganut asas monogami.
4.
UndangUndang-undang perkawinan ini
menganut prinsip bahwacalon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk
dapatmelangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara
baik tanpa berpikir pada perceraian dan mendapatketurunan yang baik dan sehat.
5. Undang – undang ini menganut prinsip
untuk mempersulit terjadinya perceraian.
6.
Hak dan kedudukan istri adalah seimbang
dengan hak dankedudukan suami, baik dalam kehidupan rumah tangga
maupundalam pergaulan masyarakat, sehingga dengan demikian segalahsesuatu dalam
keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersamasuami istri.Prinsip diatas
merupakan prinsip-prinsip pokok atau intisari yangdisimpulkan dari
prinsip-prinsip yang ada, yang dikemukakan oleh pakar- pakar hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Ahmad Rofiq, M.A.
Hukum Islam Di Indonesia
,
Edisi I. Cet. 3.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
1998Dr. H. Amiur Nuruddin, M.A dan Drs. Azhari Akmal Tarigan, M.Ag.
Hukum Perdata Islam di
Indonesia
.
Cet. I. 2004. Jakarta: PT.Kencana
Langganan:
Postingan (Atom)