Add caption |
Sabtu, 23 Juni 2012
Kitab Undang - undang Perdata
BAGIAN 1
Ketentuan-ketentuan Umum
570. Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan.
571. Hak milik atas sebidang tanah meliputi hak milik atas segala sesuatu yang ada di atasnya dan di dalam tanah itu.
Di atas sebidang tanah, pemilik boleh mengusahakan segala tanaman dan mendirikan bangunan yang dikehendakinya, hal ini tidak mengurangi pengecualian-pengecualian tersebut dalam Bab 4 dan 6 buku ini.
Di bawah tanah itu ia boleh membangun dan menggali sesuka hatinya dan mengambil semua hasil yang diperoleh dari galian itu; hal ini tidak mengurangi perubahan-perubahan dalam perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang pertambangan, pengambilan bara dan barang-barang semacam itu.
572. Setiap hak milik harus dianggap bebas.
Barangsiapa menyatakan mempunyai hak atas barang orang lain, harus membuktikan hak itu.
573. Pembagian suatu barang yang dimiliki lebih dari seorang, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan.
574. Pemilik barang berhak menuntut siapa pun juga yang menguasai barang itu, supaya mengembalikannya dalam keadaan sebagaimana adanya.
575. Pemegang besit dengan itikad baik berhak menguasai segala hasil yang telah dinikmatinya dari barang yang dituntut kembali, sampai pada hari ia digugat di muka Hakim. Ia wajib mengembalikan kepada pemilik barang itu segala hasil yang dinikmatinya sejak ia digugat, setelah dikurangi segala biaya untuk memperolehnya, yaitu untuk penanaman, pembenihan dan pengolahan tanah.
Selanjuthya ia berhak menuntut kembali segala biaya yang telah harus dikeluarkan guna menyelamatkan dan demi kepentingan barang tersebut, demikian pula ia berhak menguasai barang yang diminta kembali itu selama ia belum mendapat penggantian biaya dan pengeluaran tersebut dalam pasal ini.
576. Dengan hak dan cara yang sama, pemegang besit dengan itikad baik, dalam menyerahkan kembali barang yang diminta, boleh menuntut kembali segala biaya untuk memperoleh hasil seperti diterangkan di atas, sekedar hasil itu belum terpisah dari tanah pada saat penyerahan kembali barang yang bersangkutan.
577. Sebaliknya ia tidak berhak menggugat kembali biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil yang dinikmati karena kedudukannya sebagai pemegang besit.
578. Demikian pula ia tidak berhak, dalam menyerahkan kembali barang itu, untuk memperhitungkan segala biaya dan pengeluaran yang telah dikeluarkan olehnya guna memelihara barang itu, yang dalam hal ini tidak termasuk biaya guna menyelamatkan dan memperbaiki keadaan barang itu sebagaimana disebut dalam Pasal 575.
Bila timbul perselisihan tentang apa yang harus dianggap sebagai biaya pemeliharaan, haruslah diikuti peraturan tentang hak pakai hasil perihal itu.
579. Pemegang besit beritikad buruk berkewajiban:
1. mengembalikan segala hasil suatu barang beserta barang itu sendiri, bahkan juga hasil yang kendati tidak dinikmatinya, sedianya dapat dinikmati oleh pemilik; tetapi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 575, boleh ia mengurangkan atau menuntut kembali biaya yang dikeluarkan guna menyelamatkan barang itu selama dalam kekuasaannya dan juga biaya demikian yang dikeluarkan guna memperoleh hasil itu, yakni untuk penanaman, pembenihan dan pengolahan tanah;
2. mengganti segala biaya, kerugian dan bunga;
3. membayar harga barang bila ia tidak dapat mengembalikan barang itu, juga manakala barang itu hilang di luar kesalahannya atau karena kebetulan, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa barang itu akan lenyap juga, sekalipun besit atas barang itu dipegang oleh pemiliknya.
580. Barangsiapa memperoleh besit dengan kekerasan, tidak boleh minta kembali biaya yang telah dikeluarkan, sekalipun pengeluaran itu mutlak perlu untuk menyelamatkan barang itu.
581. Pengeluaran untuk memanfaatkan dan untuk memperindah barang, menjadi tanggungan pemegang besit dengan itikad baik atau buruk tetapi ia berhak mengambil benda yang dilekatkan pada barang itu dalam memanfaatkan dan membuat indah, asal pengambilan itu tidak merusak barang tersebut.
582. Barangsiapa menuntut kembali barang yang telah dicuri atau telah hilang, tidak diwajibkan memberi penggantian uang yang telah dikeluarkan untuk pembelian kepada yang memegangnya, kecuali jika barang itu dibelinya di pekan tahunan atau pekan lain, di pelelangan umum atau dari seorang pedagang yang terkenal sebagai orang yang biasanya memperdagangkan barang sejenis itu.
583. Barang yang telah dibuang ke dalam laut dan timbul kembali dari laut dapat diminta kembali oleh pemiliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan mengenai hal itu.
BAGIAN 2
Cara Memperoleh Hak Milik
584. Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh salain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu.
585. Barang bergerak yang bukan milik siapa pun, menjadi hak milik orang yang pertama-tama mengambil barang itu untuk dimilikinya.
586. Hak untuk mengambil binatang liar atau ikan semata-mata ada pada pemilik tanah tempat binatang itu atau air tempat ikan tersebut.
587. Hak milik atas harta karun ada pada orang yang menemukannya di tanah miliknya sendiri. Bila harta itu ditemukan di tanah milik orang lain, maka separuhnya adalah milik yang menemukan dan separuh lainnya adalah milik si peniilik tanah.
Yang dimaksud dengan harta karun adalah segala barang tersembunyi atau terpendam, yang tidak seorang pun dapat membuktikan hak milik terhadapnya dan yang didapat karena kebetulan semata-mata.
588. Segala apa yang melekat pada sesuatu barang, atau yang merupakan sebuah tubuh dengan barang itu, adalah milik orang yang menurut ketentuan-ketentuan tercantum dalam pasal-pasal berikut, dianggap sebagai pemiliknya.
589. Pulau besar dan pulau kecil, yang terdapat di sungai yang tidak dapat dilayari atau diseberangi dengan rakit, begitu pula beting yang timbul dari endapan lumpur di sungai seperti itu, menjadi milik si pemilik tanah di tepi sungai tempat tanah timbul itu terjadi. Bila tidak berada pada salah satu dari kedua belah sungai, maka pulau itu menjadi milik semua pemilik tanah di kedua tepi sungai dengan garis yang menurut perkiraan ada di tengah-tengah sungai sebagai batas.
590. Bila sebuah bengawan atau sungai dengan mengambil jalan aliran baru memotong tanah di tepinya sehingga terjadi sebuah pulau, maka hak milik atas pulau itu tetap pada pemilik tanah semula, sekalipun pulau itu terjadi dalam sebuah bengawan atau sungai yang dapat dilayari atau diseberangi dengan rakit.
591. Hak milik atas bengawan atau sungai mencakup juga hak milik atas tanah bengawan atau sungai itu mengalir.
592. Bila sebuah bengawan atau sungai mengambil jalan aliran baru dengan meninggalkan jalan yang lama, maka para pemilik tanah yang kehilangan tanah menjadi pemegang besit atas tanah aliran yang ditinggalkan sebagai ganti ruginya, masing-masing seluas tanah yang hilang.
593. Sebuah bengawan atau sungai yang banjir sementara, tidak menimbulkan diperolehnya atau hilangnya hak milik.
594. Hak milik atas tanah yang tenggelam karena kebanjiran, tetap berada pada pemiliknya.
Meskipun demikian, bila oleh pemerintah dipandang perlu untuk kepentingan umum atau keamanan tanah milik di sekitarnya, dan oleh ahli-ahli yang bersangkutan, maka semua pemilik yang bersangkutan harus diberi peringatan untuk mengerjakannya atau ikut serta mengerjakannya dengan ketentuan, bahwa bila mereka menolaknya atau tidak lagi berkediaman di tempat itu, maka untuk kepentingan negara, hak milik dapat dicabut dengan membayar ganti rugi seharga tanah yang menurut taksiran tenggelam.
595. Pemilik sebuah bukit pasir di pantai laut adalah, demi hukum, pemilik tanah tempat bukit itu berdiri.
Bila tanah di sekitar bukit pasir itu ditimbuni pasir oleh sebab angin, sehingga tanah itu menjadi satu dengan bukit itu, sampai-sampai tidak dapat dipisahkan, maka tanah tersebut menjadi milik si pemilik bukit pasir tersebut, kecuali bila dalam waktu lima tahun setelah penimbunan itu tanah tersebut dipisahkan dengan pagar atau tiang-tiang pembatas.
596. Pengendapan lumpur yang terjadi secara alami, lambat laun dan tidak kelihatan pada tanah yang terletak di tepi air yang mengalir, disebut pertambahan.
Pertambahan menjadi keuntungan pemilik tanah di tepi bengawan atau sungai, tanpa membedakan, apakah dalam akta tanah disebutkan luas tanah itu atau tidak; tetapi hai ini tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam undang-undang atau peraturan umum mengenai jalan bagi pejalan kaki atau jalan bagi pemburu.
597. Ketentuan dalam alinea kedua pasal yang lalu berlaku juga bagi pertambahan yang terjadi pada tanah di tepi telaga yang dapat dilayari dengan perahu.
Ketentuan yang sama dalam alinea kedua pasal yang lalu berlaku juga bagi pertambahan tanah akibat damparan dan laut di pantai dan ditepi sungai yang mengalami pasang naik dan pasang surut, baik tanah tepian itu milik negara, maupun milik perorangan atau persekutuan.
598. Pertambahan tanah tidak dapat terjadi pada balong/kolam ikan.
Tanah yang selalu terendam air di sekitar balong jika air mencapai ketinggian sampai dapat mengalir ke luar, sekalipun air itu kemudian surut kembali, adalah kepunyaan si pemilik balong.
Sebaliknya, pemilik balong tidak dapat hak atas tanah di tepi balong bila tanah itu hanya digenangi air pada waktu air mencapai ketinggian yang luar biasa.
599. Bila sebidang tanah, karena derasnya air, sekonyong-konyong terbelah dari tanah yang satu dan terlempar ke tanah yang lain, maka kejadian itu tidak dapat dianggap sebagai pertambahan tanah, asal saja pemiliknya, dalam waktu tiga tahun setelah kejadian itu berlangsung menuntut haknya. Bila tenggang waktu itu dilewatkan oleh yang berkepentingan tanpa mengajukan tuntutan, maka tanah yang terdampar itu menjadi milik si pemilik tanah yang bersangkutan.
600. Segala sesuatu yang ditanam atau disemaikan di atas sebidang pekarangan adalah milik si pemilik tanah itu.
601. Segala sesuatu yang dibangun di atas pekarangan adalah milik si pemilik tanah, asalkan bangunan itu melekat pada tanah; hal itu tidak mengurangi kemungkinan perubahan termaktub dalam Pasal 603 dan Pasal 604.
602. Pemilik tanah yang membangun di atas tanah sendiri dengan bahan-bahan bangunan yang bukan miliknya, wajib membayar harga bahan-bahan itu kepada pemilik bahan; ia boleh dihukum mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu, tetapi pemilik bahan-bahan bangunan tidak berhak mengambil kembali bahan-bahan itu.
603. Bila seseorang dengan bahan-bahan bangunan sendiri, mendirikan bangunan di atas tanah milik orang lain, maka pemilik tanah boleh memiliki bangunan itu atau menuntut agar bangunan itu diambilnya.
Bila pemilik tanah menuntut supaya bangunan diambil, maka pembongkaran bangunan berlangsung dengan biaya pemilik bahan, malahan pemilik bahan ini boleh dihukum membayar segala biaya, kerugian dan bunga.
Bila sebaliknya, pemilik tanah hendak memiliki bangunan tersebut, maka ia harus membayar harga bangunan beserta upaya kerja tanpa memperhitungkan kenaikan harga tanah.
604. Bila bangunan itu didirikan oleh pemegang besit yang beritikad baik, maka pemilik tidak boleh menuntut pembongkaran bangunan itu, tetapi ia boleh memilih membayar harga bahan-bahan beserta upah kerja atau membayar sejumlah uang, seimbang dengan kenaikan harga tanah.
605. Tiga pasal yang lalu berlaku juga terhadap penanaman dan penyemaian.
606. Barangsiapa dengan bahan milik orang lain membuat barang dalam jenis baru, menjadi pemilik barang itu, asal harga bahan dibayarnya, dan segala biaya, kerugian dan bunga digantinya bila ada alasan untuk itu.
607. Bila barang baru itu terbentuk bukan karena perbuatan manusia, melainkan karena pengumpulan pelbagai bahan milik beberapa orang secara kebetulan, maka barang baru itu merupakan milik bersama dan orang-orang itu menurut keseimbangan harga bahan-bahan tersebut yang semula dimiliki mereka masing-masing.
608. Bila barang yang baru itu terbentuk dari pelbagai bahan milik beberapa orang karena perbuatan salah seorang dari pemilik-pemilik itu, maka yang tersebut terakhir ini menjadi pemilik, dengan kewajiban membayar harga bahan-bahan kepunyaan orang-orang lain, ditambah dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu.
609. Dalam hal-hal tersebut dalam kedua pasal yang lalu, bila bahan-bahan itu dapat dipisah-pisahkan dengan mudah, maka masing-masing pemilik boleh meminta kembali bahan kepunyaannya.
610. Hak milk atas suatu barang didapatkan seseorang karena lewat waktu, bila ia telah memegang besit atau barang itu selama waktu yang ditentukan undan-gundang dan sesuai dengan persyaratan dan pembedaan seperti termaksud dalam Bab 7 Buku Keempat kitab undang-undang ini.
611. Cara memperoleh hak milik karena pewarisan menurut perundang-undangan atau menurut surat wasiat, diatur dalam Bab 12 dan Bab 13 buku ini.
612. Penyerahan barang-barang bergerak, kecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci bangunan tempat barang-barang itu berada.
Penyerahan tidak diharuskan, bila barang-barang yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya.
613. Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain.
Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya.
Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu.
614, 615. Dicabut dengan S.1938 - 276.
616. Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 620.
617. Semua akta penjualan, penghibahan, pembagian, pembebanan dan atau pemindahtanganan barang tak bergerak harus dibuat dalam bentuk otentik, atau ancaman kebatalan.
Tiap petikan dalam bentuk biasa dari rol atau daftar kantor lelang, guna pembuktian penjualan barang yang diselenggarakan dengan perantaraan kantor tersebut menurut peraturan yang telah ada atau yang akan diadakan harus dianggap sebagai akta otentik.
618. Semua akta pemisahan harta kekayaan, sepanjang itu mengenai barang tak bergerak, harus diumumkan juga dengan cara sebagaimana diatur dalam Pasal 620.
619. Kepada yang memperoleh barang tidak boleh diberikan akta pemindahtanganan atau akta pemisahan tanpa kuasa khusus dari pihak yang memindahtangankan barang atau pihak yang ikut berhak, baik dalam akta sendiri, maupun dalam akta otentik lain yang kemudian dibuat dan yang harus diumumkan, juga pada waktu dan dengan cara seperti yang diatur dalam pengumuman akta pemindahtanganan atau pemisahan tersebut. Tanpa kuasa demikian, penyimpan hipotek harus menolak pengumuman tersebut. Semua pengumuman yang bertentangan dengan ketentuan ini adatah batal, tanpa mengurangi tanggung jawab pegawai yang telah memberikan salinan akta tersebut tanpa kuasa yang diperlukan, dan tanggung jawab penyimpan hipotek yang melakukan pengumuman tanpa kuasa.
620. Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan salinan otentik yang lengkap dari akta tersebut atau surat keputusan Hakim ke kantor penyimpan hipotek di lingkungan tempat barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan mendaftarkan salinan ini dalam daftar yang telah ditentukan.
Bersama dengan itu, orang yang bersangkutan harus menyampaikan juga salinan otentik yang kedua atau petikan dari akta atau keputusan Hakim, agar penyimpan hipotek mencatat di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor daftar yang bersangkutan.
621. Setiap pemegang besit suatu barang tak bergerak, dapat minta kepada Pengadilan Negeri tempat barang itu terletak, untuk dinyatakan sebagai miliknya.
Ketentuan-ketentuan perundang-undangan tentang hukum acara perdata mengatur cara mengajukan permintaan demikian.
622. Bila keputusan yang mengabulkan permintaan demikian telah mempunyai kekuatan pasti, maka keputusan itu harus diumumkan oleh atau atas nama pemohon di kantor penyimpan hipotek dengan menyampaikan salinannya dan membukukannya seperti diatur dalam Pasal 620.
623. Bila penyampaiam dan pembukuan telah berlangsung, maka pemegang besit, dalam segala perbuatan yang telah dilakukannya terhadap barang tersebut dengan pihak ketiga, dianggap sebagai pemilik.
624. Hak-hak yang diberikan pemerintah kepada orang-orang khusus atas barang-barang atau tanah negara tidak diubah; hak-hak itu, terutama mengenai besit dan hak milik tetap sedemikian rupa, sebagaimana diatur menurut adat istiadat lama dan kebiasaan menurut ketentuan-ketentuan khusus, sedangkan ketentuan-ketentuan dalam kitab undang-undang ini tidak mengurangi hak-hak itu pada khususnya atau hubungan antara orang yang menduduki tanah dan pemilik tanah pada umumnya.
Sumber : http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/perdata/hakmilik.htm
Ketentuan-ketentuan Umum
570. Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan.
571. Hak milik atas sebidang tanah meliputi hak milik atas segala sesuatu yang ada di atasnya dan di dalam tanah itu.
Di atas sebidang tanah, pemilik boleh mengusahakan segala tanaman dan mendirikan bangunan yang dikehendakinya, hal ini tidak mengurangi pengecualian-pengecualian tersebut dalam Bab 4 dan 6 buku ini.
Di bawah tanah itu ia boleh membangun dan menggali sesuka hatinya dan mengambil semua hasil yang diperoleh dari galian itu; hal ini tidak mengurangi perubahan-perubahan dalam perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang pertambangan, pengambilan bara dan barang-barang semacam itu.
572. Setiap hak milik harus dianggap bebas.
Barangsiapa menyatakan mempunyai hak atas barang orang lain, harus membuktikan hak itu.
573. Pembagian suatu barang yang dimiliki lebih dari seorang, harus dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan.
574. Pemilik barang berhak menuntut siapa pun juga yang menguasai barang itu, supaya mengembalikannya dalam keadaan sebagaimana adanya.
575. Pemegang besit dengan itikad baik berhak menguasai segala hasil yang telah dinikmatinya dari barang yang dituntut kembali, sampai pada hari ia digugat di muka Hakim. Ia wajib mengembalikan kepada pemilik barang itu segala hasil yang dinikmatinya sejak ia digugat, setelah dikurangi segala biaya untuk memperolehnya, yaitu untuk penanaman, pembenihan dan pengolahan tanah.
Selanjuthya ia berhak menuntut kembali segala biaya yang telah harus dikeluarkan guna menyelamatkan dan demi kepentingan barang tersebut, demikian pula ia berhak menguasai barang yang diminta kembali itu selama ia belum mendapat penggantian biaya dan pengeluaran tersebut dalam pasal ini.
576. Dengan hak dan cara yang sama, pemegang besit dengan itikad baik, dalam menyerahkan kembali barang yang diminta, boleh menuntut kembali segala biaya untuk memperoleh hasil seperti diterangkan di atas, sekedar hasil itu belum terpisah dari tanah pada saat penyerahan kembali barang yang bersangkutan.
577. Sebaliknya ia tidak berhak menggugat kembali biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil yang dinikmati karena kedudukannya sebagai pemegang besit.
578. Demikian pula ia tidak berhak, dalam menyerahkan kembali barang itu, untuk memperhitungkan segala biaya dan pengeluaran yang telah dikeluarkan olehnya guna memelihara barang itu, yang dalam hal ini tidak termasuk biaya guna menyelamatkan dan memperbaiki keadaan barang itu sebagaimana disebut dalam Pasal 575.
Bila timbul perselisihan tentang apa yang harus dianggap sebagai biaya pemeliharaan, haruslah diikuti peraturan tentang hak pakai hasil perihal itu.
579. Pemegang besit beritikad buruk berkewajiban:
1. mengembalikan segala hasil suatu barang beserta barang itu sendiri, bahkan juga hasil yang kendati tidak dinikmatinya, sedianya dapat dinikmati oleh pemilik; tetapi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 575, boleh ia mengurangkan atau menuntut kembali biaya yang dikeluarkan guna menyelamatkan barang itu selama dalam kekuasaannya dan juga biaya demikian yang dikeluarkan guna memperoleh hasil itu, yakni untuk penanaman, pembenihan dan pengolahan tanah;
2. mengganti segala biaya, kerugian dan bunga;
3. membayar harga barang bila ia tidak dapat mengembalikan barang itu, juga manakala barang itu hilang di luar kesalahannya atau karena kebetulan, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa barang itu akan lenyap juga, sekalipun besit atas barang itu dipegang oleh pemiliknya.
580. Barangsiapa memperoleh besit dengan kekerasan, tidak boleh minta kembali biaya yang telah dikeluarkan, sekalipun pengeluaran itu mutlak perlu untuk menyelamatkan barang itu.
581. Pengeluaran untuk memanfaatkan dan untuk memperindah barang, menjadi tanggungan pemegang besit dengan itikad baik atau buruk tetapi ia berhak mengambil benda yang dilekatkan pada barang itu dalam memanfaatkan dan membuat indah, asal pengambilan itu tidak merusak barang tersebut.
582. Barangsiapa menuntut kembali barang yang telah dicuri atau telah hilang, tidak diwajibkan memberi penggantian uang yang telah dikeluarkan untuk pembelian kepada yang memegangnya, kecuali jika barang itu dibelinya di pekan tahunan atau pekan lain, di pelelangan umum atau dari seorang pedagang yang terkenal sebagai orang yang biasanya memperdagangkan barang sejenis itu.
583. Barang yang telah dibuang ke dalam laut dan timbul kembali dari laut dapat diminta kembali oleh pemiliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan mengenai hal itu.
BAGIAN 2
Cara Memperoleh Hak Milik
584. Hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh salain dengan pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu, dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang berhak untuk berbuat terhadap barang itu.
585. Barang bergerak yang bukan milik siapa pun, menjadi hak milik orang yang pertama-tama mengambil barang itu untuk dimilikinya.
586. Hak untuk mengambil binatang liar atau ikan semata-mata ada pada pemilik tanah tempat binatang itu atau air tempat ikan tersebut.
587. Hak milik atas harta karun ada pada orang yang menemukannya di tanah miliknya sendiri. Bila harta itu ditemukan di tanah milik orang lain, maka separuhnya adalah milik yang menemukan dan separuh lainnya adalah milik si peniilik tanah.
Yang dimaksud dengan harta karun adalah segala barang tersembunyi atau terpendam, yang tidak seorang pun dapat membuktikan hak milik terhadapnya dan yang didapat karena kebetulan semata-mata.
588. Segala apa yang melekat pada sesuatu barang, atau yang merupakan sebuah tubuh dengan barang itu, adalah milik orang yang menurut ketentuan-ketentuan tercantum dalam pasal-pasal berikut, dianggap sebagai pemiliknya.
589. Pulau besar dan pulau kecil, yang terdapat di sungai yang tidak dapat dilayari atau diseberangi dengan rakit, begitu pula beting yang timbul dari endapan lumpur di sungai seperti itu, menjadi milik si pemilik tanah di tepi sungai tempat tanah timbul itu terjadi. Bila tidak berada pada salah satu dari kedua belah sungai, maka pulau itu menjadi milik semua pemilik tanah di kedua tepi sungai dengan garis yang menurut perkiraan ada di tengah-tengah sungai sebagai batas.
590. Bila sebuah bengawan atau sungai dengan mengambil jalan aliran baru memotong tanah di tepinya sehingga terjadi sebuah pulau, maka hak milik atas pulau itu tetap pada pemilik tanah semula, sekalipun pulau itu terjadi dalam sebuah bengawan atau sungai yang dapat dilayari atau diseberangi dengan rakit.
591. Hak milik atas bengawan atau sungai mencakup juga hak milik atas tanah bengawan atau sungai itu mengalir.
592. Bila sebuah bengawan atau sungai mengambil jalan aliran baru dengan meninggalkan jalan yang lama, maka para pemilik tanah yang kehilangan tanah menjadi pemegang besit atas tanah aliran yang ditinggalkan sebagai ganti ruginya, masing-masing seluas tanah yang hilang.
593. Sebuah bengawan atau sungai yang banjir sementara, tidak menimbulkan diperolehnya atau hilangnya hak milik.
594. Hak milik atas tanah yang tenggelam karena kebanjiran, tetap berada pada pemiliknya.
Meskipun demikian, bila oleh pemerintah dipandang perlu untuk kepentingan umum atau keamanan tanah milik di sekitarnya, dan oleh ahli-ahli yang bersangkutan, maka semua pemilik yang bersangkutan harus diberi peringatan untuk mengerjakannya atau ikut serta mengerjakannya dengan ketentuan, bahwa bila mereka menolaknya atau tidak lagi berkediaman di tempat itu, maka untuk kepentingan negara, hak milik dapat dicabut dengan membayar ganti rugi seharga tanah yang menurut taksiran tenggelam.
595. Pemilik sebuah bukit pasir di pantai laut adalah, demi hukum, pemilik tanah tempat bukit itu berdiri.
Bila tanah di sekitar bukit pasir itu ditimbuni pasir oleh sebab angin, sehingga tanah itu menjadi satu dengan bukit itu, sampai-sampai tidak dapat dipisahkan, maka tanah tersebut menjadi milik si pemilik bukit pasir tersebut, kecuali bila dalam waktu lima tahun setelah penimbunan itu tanah tersebut dipisahkan dengan pagar atau tiang-tiang pembatas.
596. Pengendapan lumpur yang terjadi secara alami, lambat laun dan tidak kelihatan pada tanah yang terletak di tepi air yang mengalir, disebut pertambahan.
Pertambahan menjadi keuntungan pemilik tanah di tepi bengawan atau sungai, tanpa membedakan, apakah dalam akta tanah disebutkan luas tanah itu atau tidak; tetapi hai ini tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam undang-undang atau peraturan umum mengenai jalan bagi pejalan kaki atau jalan bagi pemburu.
597. Ketentuan dalam alinea kedua pasal yang lalu berlaku juga bagi pertambahan yang terjadi pada tanah di tepi telaga yang dapat dilayari dengan perahu.
Ketentuan yang sama dalam alinea kedua pasal yang lalu berlaku juga bagi pertambahan tanah akibat damparan dan laut di pantai dan ditepi sungai yang mengalami pasang naik dan pasang surut, baik tanah tepian itu milik negara, maupun milik perorangan atau persekutuan.
598. Pertambahan tanah tidak dapat terjadi pada balong/kolam ikan.
Tanah yang selalu terendam air di sekitar balong jika air mencapai ketinggian sampai dapat mengalir ke luar, sekalipun air itu kemudian surut kembali, adalah kepunyaan si pemilik balong.
Sebaliknya, pemilik balong tidak dapat hak atas tanah di tepi balong bila tanah itu hanya digenangi air pada waktu air mencapai ketinggian yang luar biasa.
599. Bila sebidang tanah, karena derasnya air, sekonyong-konyong terbelah dari tanah yang satu dan terlempar ke tanah yang lain, maka kejadian itu tidak dapat dianggap sebagai pertambahan tanah, asal saja pemiliknya, dalam waktu tiga tahun setelah kejadian itu berlangsung menuntut haknya. Bila tenggang waktu itu dilewatkan oleh yang berkepentingan tanpa mengajukan tuntutan, maka tanah yang terdampar itu menjadi milik si pemilik tanah yang bersangkutan.
600. Segala sesuatu yang ditanam atau disemaikan di atas sebidang pekarangan adalah milik si pemilik tanah itu.
601. Segala sesuatu yang dibangun di atas pekarangan adalah milik si pemilik tanah, asalkan bangunan itu melekat pada tanah; hal itu tidak mengurangi kemungkinan perubahan termaktub dalam Pasal 603 dan Pasal 604.
602. Pemilik tanah yang membangun di atas tanah sendiri dengan bahan-bahan bangunan yang bukan miliknya, wajib membayar harga bahan-bahan itu kepada pemilik bahan; ia boleh dihukum mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu, tetapi pemilik bahan-bahan bangunan tidak berhak mengambil kembali bahan-bahan itu.
603. Bila seseorang dengan bahan-bahan bangunan sendiri, mendirikan bangunan di atas tanah milik orang lain, maka pemilik tanah boleh memiliki bangunan itu atau menuntut agar bangunan itu diambilnya.
Bila pemilik tanah menuntut supaya bangunan diambil, maka pembongkaran bangunan berlangsung dengan biaya pemilik bahan, malahan pemilik bahan ini boleh dihukum membayar segala biaya, kerugian dan bunga.
Bila sebaliknya, pemilik tanah hendak memiliki bangunan tersebut, maka ia harus membayar harga bangunan beserta upaya kerja tanpa memperhitungkan kenaikan harga tanah.
604. Bila bangunan itu didirikan oleh pemegang besit yang beritikad baik, maka pemilik tidak boleh menuntut pembongkaran bangunan itu, tetapi ia boleh memilih membayar harga bahan-bahan beserta upah kerja atau membayar sejumlah uang, seimbang dengan kenaikan harga tanah.
605. Tiga pasal yang lalu berlaku juga terhadap penanaman dan penyemaian.
606. Barangsiapa dengan bahan milik orang lain membuat barang dalam jenis baru, menjadi pemilik barang itu, asal harga bahan dibayarnya, dan segala biaya, kerugian dan bunga digantinya bila ada alasan untuk itu.
607. Bila barang baru itu terbentuk bukan karena perbuatan manusia, melainkan karena pengumpulan pelbagai bahan milik beberapa orang secara kebetulan, maka barang baru itu merupakan milik bersama dan orang-orang itu menurut keseimbangan harga bahan-bahan tersebut yang semula dimiliki mereka masing-masing.
608. Bila barang yang baru itu terbentuk dari pelbagai bahan milik beberapa orang karena perbuatan salah seorang dari pemilik-pemilik itu, maka yang tersebut terakhir ini menjadi pemilik, dengan kewajiban membayar harga bahan-bahan kepunyaan orang-orang lain, ditambah dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila ada alasan untuk itu.
609. Dalam hal-hal tersebut dalam kedua pasal yang lalu, bila bahan-bahan itu dapat dipisah-pisahkan dengan mudah, maka masing-masing pemilik boleh meminta kembali bahan kepunyaannya.
610. Hak milk atas suatu barang didapatkan seseorang karena lewat waktu, bila ia telah memegang besit atau barang itu selama waktu yang ditentukan undan-gundang dan sesuai dengan persyaratan dan pembedaan seperti termaksud dalam Bab 7 Buku Keempat kitab undang-undang ini.
611. Cara memperoleh hak milik karena pewarisan menurut perundang-undangan atau menurut surat wasiat, diatur dalam Bab 12 dan Bab 13 buku ini.
612. Penyerahan barang-barang bergerak, kecuali yang tidak bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci bangunan tempat barang-barang itu berada.
Penyerahan tidak diharuskan, bila barang-barang yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain, telah dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya.
613. Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain.
Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya.
Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu.
614, 615. Dicabut dengan S.1938 - 276.
616. Penyerahan atau penunjukan barang tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 620.
617. Semua akta penjualan, penghibahan, pembagian, pembebanan dan atau pemindahtanganan barang tak bergerak harus dibuat dalam bentuk otentik, atau ancaman kebatalan.
Tiap petikan dalam bentuk biasa dari rol atau daftar kantor lelang, guna pembuktian penjualan barang yang diselenggarakan dengan perantaraan kantor tersebut menurut peraturan yang telah ada atau yang akan diadakan harus dianggap sebagai akta otentik.
618. Semua akta pemisahan harta kekayaan, sepanjang itu mengenai barang tak bergerak, harus diumumkan juga dengan cara sebagaimana diatur dalam Pasal 620.
619. Kepada yang memperoleh barang tidak boleh diberikan akta pemindahtanganan atau akta pemisahan tanpa kuasa khusus dari pihak yang memindahtangankan barang atau pihak yang ikut berhak, baik dalam akta sendiri, maupun dalam akta otentik lain yang kemudian dibuat dan yang harus diumumkan, juga pada waktu dan dengan cara seperti yang diatur dalam pengumuman akta pemindahtanganan atau pemisahan tersebut. Tanpa kuasa demikian, penyimpan hipotek harus menolak pengumuman tersebut. Semua pengumuman yang bertentangan dengan ketentuan ini adatah batal, tanpa mengurangi tanggung jawab pegawai yang telah memberikan salinan akta tersebut tanpa kuasa yang diperlukan, dan tanggung jawab penyimpan hipotek yang melakukan pengumuman tanpa kuasa.
620. Dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam tiga pasal yang lalu, pengumuman termaksud di atas dilakukan dengan memindahkan salinan otentik yang lengkap dari akta tersebut atau surat keputusan Hakim ke kantor penyimpan hipotek di lingkungan tempat barang tak bergerak yang harus diserahkan itu berada, dan dengan mendaftarkan salinan ini dalam daftar yang telah ditentukan.
Bersama dengan itu, orang yang bersangkutan harus menyampaikan juga salinan otentik yang kedua atau petikan dari akta atau keputusan Hakim, agar penyimpan hipotek mencatat di dalamnya hari pemindahan beserta bagian dan nomor daftar yang bersangkutan.
621. Setiap pemegang besit suatu barang tak bergerak, dapat minta kepada Pengadilan Negeri tempat barang itu terletak, untuk dinyatakan sebagai miliknya.
Ketentuan-ketentuan perundang-undangan tentang hukum acara perdata mengatur cara mengajukan permintaan demikian.
622. Bila keputusan yang mengabulkan permintaan demikian telah mempunyai kekuatan pasti, maka keputusan itu harus diumumkan oleh atau atas nama pemohon di kantor penyimpan hipotek dengan menyampaikan salinannya dan membukukannya seperti diatur dalam Pasal 620.
623. Bila penyampaiam dan pembukuan telah berlangsung, maka pemegang besit, dalam segala perbuatan yang telah dilakukannya terhadap barang tersebut dengan pihak ketiga, dianggap sebagai pemilik.
624. Hak-hak yang diberikan pemerintah kepada orang-orang khusus atas barang-barang atau tanah negara tidak diubah; hak-hak itu, terutama mengenai besit dan hak milik tetap sedemikian rupa, sebagaimana diatur menurut adat istiadat lama dan kebiasaan menurut ketentuan-ketentuan khusus, sedangkan ketentuan-ketentuan dalam kitab undang-undang ini tidak mengurangi hak-hak itu pada khususnya atau hubungan antara orang yang menduduki tanah dan pemilik tanah pada umumnya.
Sumber : http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/perdata/hakmilik.htm
Sistematika Hukum Perdata
Sistematika hukum perdata kita (BW) ada dua pendapat. pendapat yang pertama yaitu , dari pemberlaku undang - undang yaiti :
pendapat yang kedua menurut ilmu hukum / doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
1. hukum tentang diri seseorang.
Mengatur tentang manusia sebagai subjek dalam hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak - hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi tentang kecakapan itu.
2.Hukum Kekeluargaan
Mengatur prihal hubungan - hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaanyaitu :
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang. Hak - hak kekayaan terbagi lagi atas hak - hak yang berlaku terhadap tiap - tiap orang, oleh karnanya dinamakan hak mutlak dan hak yang berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja karnanya dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat
3. Hukum Waris
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseoranga jika ia meninggal. Di samping itu hukum waris mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan sesorang.
- Buku 1 : Berisi mengenai orang. Didalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
- Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan didalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
- Buku III : Berisi tentang perikatan. Didalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang orang dan pihak-pihak tertentu.
- Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Didalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa itu.
pendapat yang kedua menurut ilmu hukum / doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
1. hukum tentang diri seseorang.
Mengatur tentang manusia sebagai subjek dalam hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak - hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi tentang kecakapan itu.
2.Hukum Kekeluargaan
Mengatur prihal hubungan - hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaanyaitu :
- perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perkawinan dan curatele.
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dari segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang. Hak - hak kekayaan terbagi lagi atas hak - hak yang berlaku terhadap tiap - tiap orang, oleh karnanya dinamakan hak mutlak dan hak yang berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja karnanya dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat
- Hak seorang pengarang atas karangannya.
- Hak seseorang atas ustu pendapat dalam lapangan ilmu pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
3. Hukum Waris
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseoranga jika ia meninggal. Di samping itu hukum waris mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan sesorang.
Minggu, 17 Juni 2012
Giliran Tari Tor-tor Batak Mau diklaim Malaysia
Malaysia kembali mengklaim hasil kebudayaan asli Indonesia menjadi
miliknya. Kali ini, negeri jiran itu akan memasukkan tari Tor-tor dan
Gordang Sambilan sebagai peninggalan nasional mereka.
Di Indonesia, dua kesenian itu dikenal sebagai kebudayaan masyarakat Batak, Sumatera Utara. Bahkan, tari Tor-tor selalu ditarikan dalam upacara adat masyarakat Batak.
Namun kini, Malaysia dengan berani akan meregistrasi kebudayaan itu berdasarkan Bab 67 Undang-undang Peninggalan Nasional 2005.
"Pertunjukan periodik harus diadakan. Artinya, tarian harus disajikan sementara irama gendang harus dimainkan di depan publik," kata Menteri Informasi, Komunikasi, dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Seri Rais Yatim sebagaimana dikutip laman Bernama.
Menurut Rais, mempromosikan kebudayaan dan seni Mandailing sangat penting, sebab bisa mengungkap asal-usulnya. Selain itu bisa mempererat persatuan dan kesatuan dengan masyarakat lainnya.
Sejalan dengan konsep Malaysia, upaya masyarakat Mandailing untuk mengangkat seni dan budaya mereka telah didukung oleh kementerian untuk diakui dan dikenalkan ke publik Malaysia.
Di Indonesia, dua kesenian itu dikenal sebagai kebudayaan masyarakat Batak, Sumatera Utara. Bahkan, tari Tor-tor selalu ditarikan dalam upacara adat masyarakat Batak.
Namun kini, Malaysia dengan berani akan meregistrasi kebudayaan itu berdasarkan Bab 67 Undang-undang Peninggalan Nasional 2005.
"Pertunjukan periodik harus diadakan. Artinya, tarian harus disajikan sementara irama gendang harus dimainkan di depan publik," kata Menteri Informasi, Komunikasi, dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Seri Rais Yatim sebagaimana dikutip laman Bernama.
Menurut Rais, mempromosikan kebudayaan dan seni Mandailing sangat penting, sebab bisa mengungkap asal-usulnya. Selain itu bisa mempererat persatuan dan kesatuan dengan masyarakat lainnya.
Sejalan dengan konsep Malaysia, upaya masyarakat Mandailing untuk mengangkat seni dan budaya mereka telah didukung oleh kementerian untuk diakui dan dikenalkan ke publik Malaysia.
Sebelumnya, Malaysia pernah mengklaim sejumlah kesenian asal
Indonesia sebagai milik mereka. Malaysia pernah menampilkan tari Pendet
asal Bali dalam video iklan 'Enigmatic Malaysia' di Discovery Channel.
Aksi ini memancing reaksi keras dari masyarakat Indonesia. Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu sempat marah atas klaim itu. Budayawan Malaysia juga menyesalkan klaim ini. Namun, Malaysia berkilah iklan pariwisata itu yang membuat bukan negaranya, melainkan pihak Discovery Channel.
Selain tari Pendet, Malaysia juga pernah mengklaim tari Reog asal
Ponorogo, Jawa Timur dan sejumlah kebudayaan Indonesia lainnya.
Jumat, 08 Juni 2012
Kebebasan Berpendapat
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat adalah prinsip
universal dalam negara demokratis. Negara atau
pemerintah menciptakan kondisi yang baik dalam memgeluarang dijamin oleh
Kovenan Internasional tentang Hak Sosial, Ekonomi dan Budaya.
Kebebasan untuk berekspresi dan mengeluarkan pendapat
adalah prinsip universal di dalam negera demokratis. Dalam perkembangannya,
prinsip ini mengilhami perkembangan demokrasi di negara-negara yang berkembang.
Bahwa pentingnya menciptakan kondisi baik secara langsung maupun melalui
kebijakan politik pemerintah/negara yang menjamin hak publik atas kebebasan
berekspresi dan mengeluarkan pendapat sebagai salah satu baromoter penegakan
demokrasi dalam masyarakat suatu bangsa.
Prinsip ini antara lain; diatur dalam Konvensi Internasional
Hak Sipil Politiknyang mengatur tentang kebebasan berpendapat dan berkespresi.
Dalam prakteknya, artikel ini mengatur tentang ‘Kebebasan Fundamental’ yang
sifatnya inter-relasi dengan prinsip-prinsip dasar lainnya seperti kebebasan
untuk bergerak dan kebebasan untuk memilih tempat tinggal sesuai dengan
pilihannya, kebebasan untuk berpikir dan kesadaran memilih agama dan aliran
kepercayaan kebebasan membentuk organisasi atau perkumpulan secara damai dan
kebebabsan untuk berasosiasi.
Di Timor Lorosae, prinsip-prinsip tersebut diatas
telah ditandatangani atau diratifikasi oleh Pemerintah Republik Demokratic de
Timor-Leste (RDTL) pada tanggal 10 Desember 2001 lalu. Untuk memastikan,
menjamin dan memberikan maka pemerintah harus: (a) Perlindungan terhadap semua
pendapat/opini tanpa batas. Prinsip ini adalah salah satu hak azasi yang mana
pemerintah tidak dapat membatasi atau melarangnya. Pendapat/opini tersebut
bersifat lisan atau tertulis dengan tidak membatasi hak azasi orang lain yang
sama. (b) Memberikan perlindungan terhadap hak atas kebebasan dasar untuk
berekspresi yang tidak saja mencakup hak untuk memberikan informasi dan ide-ide
dalam berbagai jenis. Tetapi juga menyangkut hak atas kebebasan untuk mencari
dan menerima (right to seek and reseive) secara langsung atau pun melalui suatu
media tertentu. (c) Menekankan secara jelas bahwa dalam menikmati hak
berekspresi dan mengeluarkan pendapat harus secara bersamaan pada tempat dan
waktunya diikuti dengan suatu tugas dan tanggungjawab yang penuh.
I.2 TUJUAN
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk
sedikit memberikan penjabaran mengenai kebebasan berpendapat yg di kemukakan
oleh pakar-pakar, LSM, media masa dan demo dari sudut pandang penulis dan
beberapa nara sumber.
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 ISI
1.
Kebebasan Berpendapat dan Kebebasan Berkeyakinan
Kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat sebagai salah satu bagian dari demokrasi di era reformasi ini bukannya
tanpa batas, ia dibatasi selain oleh hak asasi orang lain juga oleh
undang-undang. Hal ini dimaksudkan semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang
adail sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Kebebebasan dasar untuk berekspresi dan mengeluarkan
pendapat tidak dapat didefinisikan atau ditafsirkan oleh seseorang yang dapat
menghilangkan atau mengaburkan makna dari semangat pelaksanaannya. Artinya;
kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat yang mengandung unsur-unsur
kekerasan adalah pelanggaran terhadap prinsip itu sendiri. Misalnya; kebebasan
berekspresi dan mengeluarkan pendapat melalui aksi membakar rumah, gedung,
pusat pembelanjaan, penjarahan, mengancam dengan senjata tajam dan lainnya.
Dari aspek hak azasi, tindakan-tindakan seperti
tersebut tergolong tindakan yang melangar hak atas kebebasan dari orang lain.
Karena, disamping menganggu ketertiban umum juga membatasi hak atas keamanan
orang lain dalam masyarakat. Sedangkan dari aspek hukum, merupakan
tindak-pidana yang dapat dituntut pertanggungjawabannya lewat pengadilan.
Untuk memastikan penikmatan hak untuk berekspresi
dan mengeluarkan pendapat secara adil, maka setiap warga-negara harus juga
diikat dengan kewajiban azasi yakni; konsekwensi dibatasi oleh keinginan yang
berhubungan dengan kepentingan orang lain. Karena hak berekspresi dan
berpendapat seseorang dibatasi oleh hak orang lain dalam masyarakat sosial.
Untuk itu, negara/pemerintah mengatur pembatasan-pembatasan dalam melakukan
ekspresi dan mengeluarkan pendapat yang bertujuan untuk melindungi hak-hak
tersebut dan reputasi dari hak-hak tersebut satu sama lain, demi keamanan
nasional, ketertiban umum (public order), kesehatan masyarakat dan moralitas
masyarakat dalam suatu negara.
Kita telah cukup banyak membahas mengenai
Kebebasan Berpendapat. Saya kira sudah cukup untuk membahasnya di tulisan ini.
Yang patut diberi suatu penjelasan lanjutan adalah Kenyataan dalam tataran kehidupan yang menganut Kebebasan
Berpendapat akhirnya mau tidak mau juga harus menganut Kebebasan Berkeyakinan.
Sekali lagi berkeyakinan bukan berperilaku. Kebebasan Berkeyakinan bukan
Kebebasan Berperilaku.
Kebebasan Berkeyakinan mengandung arti yang
hampir sama dengan Kebebasan Berpendapat. Saya memiliki keyakinan tertentu,
Orang lain pun memiliki keyakinan. Keyakinan saya bisa sama dengan keyakinan
yang bukan-saya, namun lebih sering keyakinan saya berlainan bahkan mungkin
bersebrangan dengan yang bukan-saya. Sebagaimana saya harus menghormati
Pendapat yang bukan-saya, saya dengan Menganut Kebebasan Berkeyakinan, juga
harus menghormati keyakinan yang bukan-saya.
Kebebasan Berkeyakinan yang memiliki “porsi
psikologis” yang lebih besar dibandingkan dengan Kebebasan Berpendapat. Dengan
demikian jika Kebebasan Berpendapat atau Beride atau Beropini ini, berbenturan
dengan esensi dari Kebebasan Berkeyakinan, maka sudah sepatutnya Kebebasan
Berkeyakinan ini dijunjung lebih tinggi.
Maksudnya disini adalah kita boleh saja
menghakimi, tidak menyetujui, atau mengatakan bahwa keyakinan yang bukan-kita
salah dan tidak benar, namun kebebasan mengatakan pendapat ini hanya dalam
ruang lingkup kita sendiri bukan ruang lingkup yang bukan-kita. Alasannya
adalah Kebebasan Berkeyakinan menuntut kita tidak bebas untuk mengatakan
ketidaksetujuan atas keyakinan mereka (jangan dipermasalahkan kontardiksi dalam
kata atau contraditio in terminis ya, karena esensinya bukan itu, baca
penjelasan awal mengenai hal ini di paragraf-paragraf sebelumnya). Anda boleh
saya mengatakan kepada diri anda sendiri keyakinan anda paling benar dan paling
bagus dan menganggap keyakinan yang bukan-anda salah dan semu, tapi itu hanya
berlaku pada diri anda sendiri.
Adalah salah secara moral, jika anda kemudian
menghujat, menghakimi, menuduh, dan menindas keyakinan yang bukan-anda, yang
berbeda dengan anda. Atau bisa juga anda boleh mengatakan kelemahan, kesalahan,
dan keburukan keyakinan yang bukan-anda, tetapi anda juga harus menerima jika
yang bukan-anda mengatakan kelemahan, kesalahan dan keburukan keyakinan anda.
Namun saya tidak menyarankan hal yang demikian. Alasannya secara psikologis
manusia, hal tersebut akan membuat “suasana hati” kedua belah pihak menjadi “memanas
“ atau “meruncing”. Yang berbeda dalam keyakinan tidak mungkin bisa
dikompromikan. Yang terjadi adalah benturan dan kekacauan. Kecuali jika kita
memang sudah terbuka dan terbiasa dengan kritik
dan argumen, dengan demikian “secara psikologis”, benturan dan kekacauan bisa
diminimalisir.
Kemerdekaan mengeluarkan pendapat umumnya dapat
kita lihat dari kebebasan seseorang atau kelompok menulis atau berbicara di
media massa dan mengikuti pemilu yang bebas. Sementara dalam Undang-undang No.9
tahun 1998 bentuk-bentuknya adalah melalui kegiatan berdemontrasi, pawai,mimbar
bebas,dan rapat umum.
1. Kebebasan seseorang untuk menulis atau
mengemukakan pendapat atau opini di media massa (kebebasan pers) merupakan
salah satu bentuk kemerdekaan mengemukakan pendapat. Di sana seseorang atau
kelompok bebas mengemukakan pendapatnya tentang apa saja yang dialami atau
diamatinya. Tentu disertai dengan alasan-alasan pembenarannya. Sebaliknya di
sana pula seseorang atau kelompok bebas menolak atau membantah pendapat seseorang
atau kelompok lainya. Tentu juga disertai dengan alasannya. Sebagai contoh kita
bisa mengemukakan kritik kita atas kebijakan pengurus OSIS yang dirasa kurang
baik. Kritik tersebut kita wujudkan dengan bentuk sebuah tulisan di majalah
dinding. Di dalam tulisan tersebut, kita bisa mengemukakan berbagai alasan
mengapa kita menganggap kebijakan itu kurang baik. Atas kritik tersebut ,
Pengurus OSIS dapat membuat penjelasannya juga melalui majalah dinding . Di
dalam penjelasan tersebut pengurus dapat mengemukakan alasan dibuatnya
kebijakan tersebut atau berusaha meyakinkan kita bahwa kebijakan itu baik. Di
Indonesia, kebebasan mengeluarkan pendapat melalui media diatur dalam
undang-undang No.40 tahun 1999 tentang kebebasan Pers. Di bagian penjelasan
undang-undang ini, disebutkan bahwa pembentukan undang-undang ini adalah
jaminan agar pers berfungsi secara maksimal. Fungsinya sebagai mesia ekspresi
kebebasan mengeluarkan pendapat sebagaimana tertera dalam UUD 1945 pasal
28,sekaligus media kontrol social. Wujud dari kemerdekaan pers ini, antara lain
bahwa pers tidak dikenai penyensoran,pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Sementara untuk menjamin hak setiap warga Negara , pers memberikan hak
jawab,hak tolak dan hak koreksi dan hak koreksi yang luas pada semua warga
Negara. a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk
memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang
merugikan nama baiknya Artinya, kita bisa melakikan sanggahan atau tanggapan
berita tentang diri kita di sebuah media massa yang dianggap tidak benar. Sama
seperti yang dilakukan pengurus OSIS dalam kasus contoh diatas. b. Hak koreksi
adalah hak setiap orang untuk mengkoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi
yang diberitakan oleh pers,maupun tentang dirinya ataupun orang lain. c. Hak
tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkap nama dan
atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakan.
2. Pemilihan umum (pemilu)merupakan salah satu
wujud asas demokrasi dalam bernegara. Dalam pemilu,warga memberikan
pendapatnyua untuk memilih para wakil rakyat dan penguasa yang dipercayainya.
Kepada para wakil rakyat dan penguasa ini, warga Negara memberikan mandat untuk
membuat kebijakan-kebijakan yang terbaik bagi kepentingan mereka. Oleh karena
itu, sangat penting bahwa semua pemilu harus berjalan bebas dan bersih. Dengan
car ini, para pemimpin yang dihasilkan nantinya merupakan cara pemimpin yang
didukung oleh rakyat. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan yang diambilnya pun
akan diterima dan didukung oleh rakyat. Di Indonesia,pemilu yang bebas diatur
dalam undang-undang No 12 tahun 2003 tentang pemilihan umum.
3. Berdemontrasi juga merupakan bentuk
kemerdekaan mengeluarkan pendapat. Melalui kegiatan ini, seseorang atau
kelompok berusaha mengeluarkan pikirannya dengan lisan, tulisan, dan sebagainya
di muka umum. Di muka umum, dalam hal ini adalah dihadapan orang banyak atau
orang lain termasuk juga ditempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap
orang. Sebagai contoh, demontrasi mahasiswa di gedung MPR pada tahun 1997,
demontrasi buruh yang menolak revisi UU tenaga kerja, demontrasi warga Jakarta
di Komnas HAM, demontrasi mendukung pemilu yang bersih dan demo mahasiswa dan
pelajar buleleng terhadap penetapan UU pornografi di kantor bupati tahun 2009.
Dalam demontrasi-demontrasi tersebut, kelompok masyarakat itu melakukan orasi
(pidato), menuliskan pernyataan atau kritik-kritik sebagai bentuk ekspresi
pendapat mereka kebutuhan dan situasi yang mereka hadapi. Sebagai contoh,
demontrasi mahasiswa dan masyarakat yang menuntut Presiden Soeharto mundur dari
jabatannya, menentang kebijakan pemerintah tentang kenaikan Bahan Bakar Minyak
(BBM). Di Indonesia , kemerdekaan mengemukaan pendapat melalui demontrasi ini
diatur dalam Undang-Undang no 9 tahun 1998 tantang kemerdekaan mengemukaan
pendapat di muka umum.
4. Kemerdekaan mengemukaan pendapat juga dapat du
wujudkan dalam bentuk pawai. Dalam kegiatan ini, kelompok masyarakat berusaha
menyampaikan pendapatnya dengan melakukan arak-arakan di jalan umum. Contoh
pawai untuk mendukung atau menentang UU anti fornografi ataupun pawai yang
dilakukan masyarakat untuk mendukung pemerintah yang bersih dari korupsi.
5. Kemerdekaan mengeluarkan pendapat juga dapat
dilakuakn dalam bentuk mimbar bebas. Dalam kesempatan ini, seseorang atau
kelompok secara bebas dan terbuka juga berusaha menyampaikan pendapat di muka
umum. Umumnya, kegiatan ini dilakukan tidak menggunakan tema tertentu. Artinya
para peserta bebas mengemukaan pendapat mereka tentang apa saja yang dilihat,
dirasakan atau dialamai.Mimbar bebas biasanya dilakuakan oleh beberapa eleman
masayarakat seperti mahasiswa. Biasanya, mereka mengadakan aksi drama singkat
(teatrikal) sebagai symbol yang menyiratkan pesan tertentu terhadap suatu isu
yang tengah berkembang. Contohnya, ketika pemerintah ingin manaikan harga BBM,
sejumlah mahasiswa menyampaikan ketidaksetujuan mereka melalui aksi teater
dengan menggunakan symbol-simbol.
6. Kemerdekaan mengeluarkan pendapat juga
ditandai dengan adanya kebebasan seseorang atau sekelompok masyarakat untuk
mengadakan rapat umum. Dalam kesempatan ini, kelompok masyarakat berusaha
mengekspresikan pendapatnya terhadap suatu tema (masalah) tertentu melalui
sebuah pertemuan terbuka. Contonya rapat umum karang teruna-teruni desa
bungkulan, rapat dewan guru SMP N 2 Sawan, Rapat Osis dan sebagainya.
UUD YANG MEMBAHAS KEBEBASAN
BERPENDAPAT
Pasal 28 F
UUD 1945
Setiap orang
berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
Pasal 14 UU
No. 39 tahun 1999
(1) Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan
untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
(2) Setiap
orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah,
dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Sebagai
negara pihak dari Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah
diratifikasi melalui UU No. 12/2005, Indonesia terikat pada standar hak asasi
manusia yang berlaku secara universal dalam melakukan pembatasan atas
penikmatan hak, khususnya terkait dengan hak kebebasan berekspresi dan
menyatakan pendapat sebagaimana dimuat dalam Komentar Umum No. 10 Kovenan
Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diadopsi PBB sejak tahun 1983
dan lebih lanjut diatur melalui Prinsip-prinsip Siracusa yang diadopsi pada
tahun 1984.
Kovenan
Hak-hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa “setiap orang akan berhak mempunyai
dan menyatakan pendapat tanpa diganggu, termasuk kebebasan mencari, menerima
dan memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas,
baik secara lisan maupun tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, atau melalui
sarana lain menurut pilihannya sendiri
2. Kebebasan Manusia
Kebebasan Manusia lebih
ditentukan pada alasan-alasan praktis atau praksis serta psikologis diri,
maupun psikologis sosial. Interaksi-interaksi antara bermacam aspek dalam
kehidupan manusia, yang menghasilkan suatu keputusan untuk memberlakukan suatu
budaya Kebebasan Berpendapat maupun Kebebasan Berkeyakinan, pada dasarnya bukan
tertuju pada logis tidaknya argumen Kebebasan Berpendapat atau Berkeyakinan
tersebut. Alasan utama dari kehendak untuk menganut jiwa Kebebasan adalah dari
dalam “moralitas” diri manusia.
Kebebasan hadir dari dan atas Nama Manusia.
Manusia ingin Beraktualisasi, Manusia ingin Berekspresi. Ketika Keinginan itu
ditentang atau dipenjara, maka Gejolak Psikologis untuk tidak menyetujui atau
bahkan menentang sikap Pemenjaraan atas Kebebasan Beraktualisasi, Berekspresi,
Berkeyakinan ataupun yang lainnya, akan terus digulirkan.
Perbudakan Badaniah atau Fisikal telah berhasil
dihapuskan di hampir seluruh dunia manusia (setidaknya dalam hukum
positif kemasyarakatan). Kini saatnya Perbudakan Hati dan Pikiran juga ikut
dihapuskan.
Paradoks Kebebasan Berekspresi
Ada sejenis paradok atau
mungkin sebuah argumen yang melingkar dari suatu proposisi yang menyatakan
mengenai kebebesan berekspresi atau kebebasan berpendapat. Kebebasan
berpendapat mengingat berpendapat itu meliputi seluruh jenis pendapat, maka
kebebasan untuk berpendapat bahwa “kebebasan berpendapat tuh harus dihapuskan
atau dibungkam” juga termasuk dalam sebuah pendapat itu sendiri (yang
berkontradiksi dengan esensi kebebasan berpendapat).
Disini lah letaknya sebuah proposisi contradictif
interminis. Saya pernah membahas mengenai proposisi yang kontradiktif ini lewat
tulisan di sini.
Silahkan buka dan baca apa itu proposisi yang kontradiktif
Paradoks ini juga berlaku dalam banyak bidang
“filosofis”, seperti filsafat positivisme logis dengan prinsip verifikasinya.
Prinsip verifikasi yang mengatakan bahwa proposisi atau pernyataan itu bermakna
jika ia bisa diverifikasi secara sintesis ataupun secara analisis. Prinsip
verifikasi sendiri secara paradoks tidak bisa diverifikasi. Sehingga menurut
sebagian orang, positivisme logis telah gugur secara filosofis. Padahal kalau
menurut saya, hampir seluruh pemahaman logis filsafat pasti mengandung paradoks
atau kontradiktif.
Menurut pendapat pribadi saya, Kebebasan
berpendapat kalau dibawa kewilayah penyelidikan logis khas filsafat pada
akhirnya akan menemukan sebuah celah atau lubang kesalahan yang berupa paradoks,
tetapi hal ini tidaklah begitu menggugurkan esensi dari kebebasan berpendapat
itu sendiri. Kebebasan berpendapat adalah masuk dalam wilayah praksis kehidupan
manusia. Sehingga sebuah celah yang sedemikian kecil bisa diabaikan.
Kehidupan praksis atau praktikal sehari-hari yang
berelasi dengan kehidupan sosial dan sejenisnya merupakan wilayah hukum positif
bukan wilayah perdebatan filsafat. “Kebenaran” kebebasan berpendapat tidak lagi
menjadi urusan “logika” tetapi menjadi wilayah “praksis”. “Kebenaran” atau
lebih baik dilabeli “Bekerjanya Kebebasan Berpendapat” merupakan urusan
statistikal dan moralitas.
Logika yang bekerja menjadi logika praksis bukan
logika analisis filsafat logis. Keberpihakan saya pada “Kebebasan Berpendapat”
dibanding “Pembungkaman Ide atau Pikiran atau Pendapat” beranjak dari dalam
moralitas saya sendiri. Saya pengen dihargai dalam berpendapat sehingga saya
membutuhkan adanya sejenis Kebebasan dalam mengungkapkan pendapat. Saya
berfikir banyak orang yang menginginkan hal ini. Inilah yang menjadi postulat
pokok atau dasar pokok dan esensi dari “Kebebasan Berpendapat itu sendiri”.
Jiwa egaliter juga mengalir di dalamnya.
Sebenarnya Paradoks Pembukaman Ide atau Penolakan
Kebebasan Berpendapat jauh lebih banyak secara filosofis dibandingkan dengan
Kebebasan Berpendapat. Pembumkaman Ide menghendaki secara logis bahwa segalanya
harus dibungkam termasuk Ide atau Pendapat “Pembumkaman Ide” itu sendiri.
Contradisi in terminisnya jauh lebih dalam dibanding contradiksi yang ada dalam
Kebebasan Berpendapat. Pembumkaman Ide jika dilakukan maka Ide Pembumkaman Ide
itu sendiri seharusnya tidak pernah Lahir. Segalanya harus dinihilkan! Jika ada
pembatasan atas hak seseorang yang dipilih mana yang berhak dan mana yang tidak
untuk berbicara, maka hal ini akan menimbulkan kontradiksi logis yang lebih
banyak. Paling jelas muncul dari pertanyaan berikut: Kenapa anda boleh
berpendapat sedangkan saya tidak? Kenapa dia boleh sedangkan saya tidak?
Prinsip Pembungkaman Anda telah anda negasikan atau hapuskan pendapat anda
Sendiri bukan? Jelas-jelas ini bertentangan dengan prinsip anda sendiri? Anda
tidak layak berbicara jika anda menganut prinsip ini bukan? Dan sebagainya.
Secara moralitas diri, saya merasa, setiap orang
ingin berpendapat, karena ia memiliki mulut, hati dan otak. Moralitas bahwa
dirinya harus diam berarti menganggap bahwa orang lain juga harus diam dengan
demikian tidak ada yang berpendapat. Ini mustahil bukan?
Bagaimana dengan Pembatasan Ide? Secara filosofis
Pembatasan Ide atau Pendapat semakin membingungkan dan mengandung kontradiksi
dimana-mana. Siapa yang berhak membatasi Ide? Siapa yang berhak berbicara dan
yang tidak? Darimana kriterianya? Siapa yang menentukan kriteria? Jika saya
merasa bahwa saya berhak untuk membatasi Ide orang lain, maka seharusnya orang
lain berhak membatasi Ide saya. Nah hal ini semakin berkontradiktif. Apalagi
kalau diterapkan dalam tataran praksis. Pembatasan Ide, jika itu dijalankan,
akan lebih mengarah kepada Pembungkaman Ide atau Pendapat.
Becoming Liberal
Setiap orang berhak memiliki
pendapat atau opini. Sekali lagi saya tegaskan: Berhak memiliki opini. Opini
tidak berarti berperilaku. Moralitas yang menjadi turunan dari Keberpihakan
atau Kebebasan Beropini atau Berpendapat mengandung arti bahwa Jika saya
memiliki Kebebasan Berpendapat maka Orang lain pun Memilikinya. Dengan demikian
wajib bagi saya untuk menghormati pendapat orang lain seberapapun buruk atau
tidak setujunya saya.
Berdiskusi, berdebat, dan bertukar pikiran
merupakan turunan lanjutan dari Moralitas Kebebasan Berpendapat. Hanya saja,
seperti yang pernah saya tuliskan di tulisan saya mengenai Menjadi Liberal dahulu,
ketika saya menemukan bahwa pendapat atau opini yang bersebrangan dengan yang
bukan-saya, pada waktu berdiskusi, bedebat atau bertukar pikiran (bukan dalam
bentuk fisikal atau kekerasan) sudah tidak menemukan jalan keluar, atau lebih
sering secara nyata terlontar ide atau argumen yang sama yang diulang-ulang,
maka inilah waktunya untuk mengatakan saya dan yang bukan-saya adalah “Berbeda
dalam Berpendapat”. Dengan menjadi liberal saya harus siap mengakui bahwa yang
bukan-saya memiliki perbedaan opini atau pendapat, dan yang bukan-saya berhak
memegang dan miliki pendapatnya sendiri.
Ada sebuah kejadian sederhana, yang menurut saya
unik, yang membuat saya sering tergeli-geli. Seorang yang ingin beragama “yang
dianggapnya atau diyakininya” lebih dalam, ia memutuskan untuk menggunakan
“kata-kata atau kalimat-kalimat, atau pakaian” yang identik dengan budaya atau
bahasa “dimana agama itu berasal secara geografis”. Contoh paling jelas saya
sebut saja penggunaan kata: Afwan (dalam sms disingkat Af1), Ukhti, Akhwat,
Ikhwan, dan sebagainya. Kalau busana: ya yang bejubah lebar, mengangkat kain
celana diatas lutut dan sebangainya.
Dengan menganut atau setidaknya berusaha untuk
menghargai mereka, saya sekarang berusaha untuk“tidak pernah” untuk menyarankan
mereka mengganti bahasa atau pakaian mereka, atau mengometari perilaku mereka
secara langsung. Mereka punya pendapat dan keyakinan yang berbeda. Karena saya
juga memiliki pendapat sendiri dan keyakinan sendiri, maka ketika saya membalas
sms atau pendapat mereka, saya juga akan menggunakan kata-kata saya sendiri
yang berbeda dengan cara mereka. Saya juga mengenakan pakaian yang berbeda
dengan mereka. Saya disini berarti telah “menghormati” pendapat mereka.
Sayangnya, penghormatan saya yang demikian,
sering kali (terutama jika mereka memiliki power atau kekuasaan), malah
mendapat respon yang berkebalikan. Saya disuruh tidak hanya “menghormati
mereka” tetapi disuruh “menyamai dan berperilaku” seperti mereka. Sungguh
menggelikan sebenarnya. Namun, setelah saya jelaskan biasanya mereka akan mengerti
posisi saya. Empati memang perlu dipersuasikan dan disebarkan, termasuk hal-hal
yang sepertinya sudah umum dan wajar dimata kita, tetapi menjadi hal yang
kurang baik dan jelek dimata mereka. Ah, semoga mereka tidak banyak yang
demikian.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Kebebasan
mengeluarkan pendapat di muka umum sangat penting sekali di dalam Negara
Indonesia karena Negara Indonesia menganut system demokrasi. Dengan adanya
kebebasan tetapi kita semua sebagai warga Negara yang baik harus menaati aturan
- aturan moral secara umum dan menaati hukum, menjaga
keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa, serta memperhatikan tata cara dimana
unsur kekerasan tidak terdapat di dalamnya. Kebebasan berpendapat
di muka umum sering melenceng dari aturan yang sebenarnya, dimana
kehendak dari masing-masing individu
dikeluarkan dengan sebebas-bebasnya tanpa memperhatikan lagi
batasan-batasan yang ada. Maka dari itu kita harus mengetahui sampai mana
kita bebas mengeluarkan pendapat sesuai dengan Undang-Undang 1945.
III.2 SARAN
III.2 SARAN
Dengan adanya kebebasan berpendapat kita sebagai warga Negara yang baik harus menaati norma-norma atau peraturan-peraturan yang ada di Negara Indonesia, selain itu kita harus sama – sama saling menghormati apabila ada perbedaan pendapat diantara masyarakat. Dengan begitu tidak ada lagi kekerasan yang karena perbedaan pendapat.
III.2 REFERENSI
Pribumi Dan Non Pribumi
ISTILAH PRIBUMI DAN NON PRIBUMI
Golongan pribumi dan non-pribumi muncul sebagai akibat adanya perbedaan
mendasar (diskriminasi) terutama dalam perlakuan yang berbeda oleh rezim
yang sedang berkuasa. Ini hanya terjadi jika rezim yang berkuasa adalah
pemerintahan otoriter, penjajah dan kroninya ataupun nasionalisme yang sempit.
Contoh, di zaman penjajahan Belanda, Belanda memperlakukan orang di Indonesia
secara berbeda didasari oleh etnik/keturunan. Mereka yang berketurunan Belanda
akan mendapat pelayanan kelas wahid, sedangkan golongan pengusaha/pedagang
mendapat kelas kedua, sedangkan masyarakat umum (penduduk asli) diperlakukan
sebagai kelas rendah (“kasta sudra”).
Setelah merdeka, para pejuang kemerdekaan kita (Bung Karno, Hatta, Syahrir,
dll) berusaha menghapuskan diskriminasi tersebut. Para founding father Bangsa
Indonesia menyadari bahwa selama adanya diskriminasi antar golongan rakyat,
maka persatuan negara ini menjadi rentan, mudah diobok-obok oleh kepentingan
neo-imperialisme. Bung Karno telah meneliti hal tersebut melalui tulisan
beliau di majalah “Suluh Indonesia” yang diterbitkan tahun 1926. Ia
berpendapat bahwa untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan membangun bangsa
yang kuat dibutuhkan semua elemen atau golongan.
Untuk itu beliau mengajukan untuk menyatukan kekuatan dari golongan Nasionalisme,
Islamisme, dan Marxisme sebagai kekuatan superpower. Hal inilah yang
ditakuti oleh Amerika dan sekutunya serta para pemberontak (penghianat,
separatis) di negeri ini dengan berbagai alibi. Setelah pemerintahan Bung Karno
direbut oleh kekuatan liberalis-kapitalis melalui Jenderal yang berkuasa dengan
tangan besi, Pak Harto, maka konotasi pribumi dan non-pribumi kembali
“terpelihara subur”. Agenda pembangunan makro yang direntenir oleh IMF dan Bank
Dunia membutuhkan golongan istimewa (haruslah minoritas) serta mengabaikan
golongan mayoritas. Maka perjalanan bangsa setelahnya menjadi pincang yang luar
biasa. Segelintir golongan memperkaya diri yang luar biasa, sedangkan golongan
terbesar harus bekerja keras dengan kesejahteraan pas-pasan. Indonesia yang
kaya raya dengan sumber daya alam baik di darat maupun laut hanyalah dirasakan
oleh golongan penguasan dan “peliharaan” penguasa. Rakyat jelata hanya menerima
ampas kekayaan alam Indonesia. Semua sari kekayaan di”sedot’ oleh perusahaan
asing dan segelintir penghianat bangsa. Inilah mengapa, diera orde baru,
konflik horizontal antara penduduk miskin (disebut dan dilabeli sebagai
pribumi) dengan si kaya (umumnya dilabeli sebagai non pribumi) berkembang dan
namun terpendam. Kebencian diskriminasi ini akhirnya pecah di tahun 1998.
Namun sangat disayangkan, hanya segelintir kelompok si kaya – “non-pribumi”
yang kena getahnya.
Siapakah Pribumi dan Non-pribumi :
Dari KBBI, pribumi adalah penghuni asli, orang yang berasal dari tempat
yang bersangkutan. Sedangkan non-pribumi berarti yang bukan pribumi atau
penduduk yang bukan penduduk asli suatu negara. Dari makna tersebut, pribumi
berarti penduduk yang asli (lahir, tumbuh, dan berkembang) berasal dari tempat
negara tersebut berada. Jadi, anak dari orang tua yang lahir dan berkembang di
Indonesia adalah orang pribumi, meskipun sang kakek-nenek adalah orang
asing.
Namun pendapat yang beredar luas di Indonesia mengenai istilah pribumi dan
non-pribumi adalah pribumi didefinisikan sebagai penduduk Indonesia yang
berasal dari suku-suku asli (mayoritas) di Indonesia. Sehingga, penduduk
Indonesia keturunan Tionghoa, India, ekspatriat asing (umumnya kulit putih),
maupun campuran sering dikelompokkan sebagai non-pribumi meski telah beberapa
generasi dilahirkan di Indonesia. Pendapat seperti itu karena sentimen
masyarakat luas yang cenderung mengklasifikasikan penduduk Indonesia
berdasarkan warna kulit mereka.
Selain warna kulit, sebagian besar masyarakat mendefinisikan sendiri
(melalui informasi luar) berdasarkan budaya dan agama. Sehingga jika
penduduk Indonesia keturunan Tionghoa dianggap sebagai non pribumi, maka
penduduk Indonesia keturunan Arab (bukan dari suku asli) dianggap sebagai
pribumi.
Pribumi dan non pribumi sejatinya adalah suatu identitas diri manusia yang
dibawa sejak lahir. Seseorang dikatakan sebagai warga pribumi apabila
dilahirkan di suatu tempat atau wilayah atau negara dan menetap di sana.
Pribumi ini bersifat autichton (melekat pada suatu tempat). Secara lebih
khusus, istilah pribumi ditujukan kepada setiap orang yang yang terlahir dengan
orang tua yang juga terlahir di suatu tempat tersebut. Pribumi sendiri memiliki
ciri khas, yakni memiliki bumi (tanah atau tempat tinggal yang berstatus hak
milik pribadi). Namun dari definisi dan penjabaran tentang pribumi di atas
masih menyisakan beberapa pertanyaan.
Pertama adalah, seseorang dikatakan pribumi dan non pribumi adalah sekedar
dari melihat fisiknya saja. Dan sudah jelas ini bertentangan tentang makna asli
yang terkandung dari istilah ‘pribumi’. Sebagai contoh, tersebutlah sepasang
suami-istri bernama Pak Budi dan Ibu Ina. Mereka berdua adalah warga asli kota
Bogor. Namun karena suatu alasan tertentu pindahlah mereka berdua ke kota Milan
di Italia. Di sana Ibu Yani melahirkan seorang anak bernama Joko. Joko tumbuh
dan besar di Milan. Pada akhirnya Joko menikah dengan seorang perempuan
keturunan Indonesia namun lahir di Eropa yang kebetulan berkuliah di Milan,
bernamaYanti. Dari pernikahan mereka lahirlah putri mereka Intan, masih di kota
yang sama di mana mereka bertemu. Joko dan Yanti membesarkan Intan di Milan,
hingga pada akhirnya mereka berdua berniat untuk berkunjung ke kota asal orang
tua dari Joko yaitu kota Bogor di Jawa Barat. Bersama putri mereka Intan
tibalah mereka di kota Bogor. Pertanyaannya adalah, apakah Intan pantas dan
layak disebut sebagai warga pribumi di sana? Sedangkan dia dan ayahnya
dilahirkan di Milan, Italia, dan mereka pun tidak memiliki sepetak tanah pun di
Bogor. Sudah barang tentu masyarakat di kota Bogor akan menganggap Joko dan
Intan sebagai pribumi tanpa harus menanyakan di mana mereka lahir, karena itu
sudah terlihat dari penampilan fisik mereka berdua yang memiliki ‘wajah pribum
warganegara dalam
pasal 26 UUD 1945
SIAPA
YANG MENJADI WARGA NEGARA DALAM PASAL 26 UUD 1945
(1) Yang menjadi
warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
(2) Penduduk
ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
(3) Hal-hal
mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Langganan:
Postingan (Atom)