Sektor Pertambangan Dalam Mendorong Perekonomian Indonesia
Sektor pertambangan tetap menjadi salah satu sektor utama yang menggerakan roda perekonomian Indonesia. Indikasi ini terlihat dari kontribusi penerimaan negara yang setiap tahunnya meningkat. Selain itu, sektor pertambangan juga memberikan efek pengganda 1,6–1,9 atau menjadi pemicu pertumbuhan sektor lainnya serta menyediakan kesempatan kerja bagi sekitar 34 ribu tenaga kerja langsung. Beberapa permasalahan industri pertambangan yang muncul belakangan ini menyebabkan sektor ini berada pada kondisi yang dilematis terkait dengan permasalahan sosial, politis, perundangan hingga Pertambangan Tanpa Izin (PETI).
Dewasa ini, pasar komoditi logam dan mineral dunia sedang mengalami “booming” harga dan “unpredicted conditions” sementara aktivitas eksplorasi dan investasi juga meningkat. Tetapi Indonesia masih belum mampu memanfaatkan kondisi yang “menarik” ini secara optimal. Kendala ini menyebabkan terhambatnya optimalisasi kontribusi sektor pertambangan dalam mendorong perekonomian nasional. Di balik semua itu, sesunggunya ada peluang yang sagat besar bagi Indonesia karena bahan tambang akan selalu dibutuhkan oleh manusia, juga potensi geologis Indonesia yang sangat tinggi dan tentunya demand mineral yang melonjak.
Terkait dengan kendala dan peluang yang dihadapi oleh sektor pertambangan ada beberapa upaya yang dapat dilakukan seperti , Perlunya percepatan pengesahan RUU Mineral dan Batubara yang mengatur pemanfaatan mineral dan batubara, sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan seluruh produk hukum yang berkenaan dengan sektor pertambangan yang sifatnya lintas sektoral baik pusat maupun daerah, mendorong peningkatan local expenditure dengan meningkatkan pemanfaatan produk dari industri-industri penunjang dalam negeri, mendorong pertumbuhan industri pengolahan produk mineral dalam negeri sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk mineral dan batubara nasional serta kebijakan satu pintu dalam perijinan untuk investasi sektor pertambangan.
Dengan mengatasi berbagai masalah yang menghambat masuknya investasi baru,pemerintah dapat mengambil langkah penting dalam mendorong usahaeksplorasi baru dan investasi dalam bidang pertambangan. Hal ini akanmemberikan manfaat yang besarbagi perekonomian di tingkat nasional, provinsi, maupun daerah tingkat dua. Potensi Yang Menakjubkan Negara pertambangan. Dengan produksi timah terbesar ke dua di dunia,tembaga terbesar ke empat, nikel terbesar ke lima, emas terbesar ke tujuh dan produksi batu bara terbesar ke delapan di dunia, Indonesia merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan.
Menurut survey tahunan dari Price Waterhouse Coopers (PWC), ekspor produk pertambangan menyumbangkan 11 persen nilai ekspor di tahun 2002, sementara sektor ini juga menyumbangkan 2,7% dari produk domestik bruto (PDB) dan US$ 920 juta dalam bentuk pajak dan pungutan bukan pajak bagi berbagai tingkat pemerintahan. Sektor pertambangan juga memberikan lapangan pekerjaan yang cukup besar, baik yang terlibat secara langsung dalam proses produksi, maupun dalam berbagai produk dan jasa pendukung pertambangan.Terhentinya Investasi Investasi dan eksplorasi sektor pertambangan mengalami penurunan karena Tetapi pada masa-masa belakangan ini, investasi dalam sektor pertambangan mengalami penurunan tajam. Hal ini sebagian disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti turunnya harga mineral dan logam dunia. Tetapi ini juga disebabkan turunnya daya saing usaha di Indonesia. Sementara itu, jumlah investasi keseluruhan dalam sektor pertambangan turun dari sekitar US$ 2 billion di tahun 1997 menjadi di bawah US$ 500 juta pada tahun 2001 dan 2002. Daya saing tidak dapat dipertahankan. Indonesia mengalami kelumpuhan daya saing disaat berbagai negara lain saling berlomba dalam mencari investasi baru dalam bidang pertambangan.
Menurut kajian mengenai industri pertambangan internasional yang dilakukan oleh Fraser Institute dari Canada(Fraser Institute Annual Survey of Mining Companies 2000/2001), mengenai bagaimana kebijakan dalam sektor pertambangan dapat mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menanamkan modalnya, Indonesia mendapat peringkat ke 40 dari 43 negara dalam hal iklim kebijakan sektor pertambangan. Hanya Rusia, Kazakhstan dan Zimbabwe yang dianggap lebih tidak menarik dibandingkan dengan Indonesia. Dan panjangnya waktu tenggang investasi menyebabkan proses pemulihan akan memakan waktu. Panjangnya waktu tenggang yang dibutuhkan untuk menemukan dan membangun lokasi pertambangan baru (mencapai 10 tahun lebih mulai dari penemuan hingga produksi untuk proyek besar), penurunan dalam produksi sangat mungkin untuk terjadi, kecuali dilakukan perubahan dalam lingkungan kebijakan sektor ini. Resiko Lingkungan Hidup Tetap Tinggi Prasyarat Lingkungan Hidup Bagi Penambang Besar Merupakah Hal Penting. Jika penduduk Indonesia ingin mendapatkan manfaat dari sektor pertambangan, maka berbagai aktifitas pertambangan harus dilakukan dengan mengikuti kaedah yang menjaga kelestarian lingkungan hidup dan memperhatikan aspek social.Indonesia telah mengadopsi pendekatan umum dalam masalah pengelolaan lingkungan hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup merupakan otoritas utama dalam mengatur dan memonitor berbagai aspek lingkungan dari sektor pertambangan. Proyek pertambangan yang memberikan dampak lingkungan Masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan. Meskipun sektor pertambangan sudah memberikan sumbangan penting bagi perekonomian Indonesia, sumbangan sektor ini dalam pembangunan nasional dan regional masih dapat ditingkatkan. Masih banyak daerah yang belum diekplorasi, dan secara geografis masih banyak daerah yang merupakan area paling prospektif untuk dikembangkan sebagai wilayah pertambangan. Pemerintah mengharapkan agar investasi baru dalam bidang pertambangan dapat menjadi sumber penting dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, terutama di wilayah-wilayah yang agak sulit dijangkau, seperti Papua dan Indonesia bagian timur. Ide-Ide Program 100 Hari hidup merupakan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal ini sesuai dengan cara-cara yang berlaku secara internasional. Lebih Penting Lagi Pelaksanaannya. Prosedur AMDAL mencakup Analisa Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Kelola Lingkunga (RKL), Rencana Pengawasan Lingkungan (RPL). Salah satu bagian ANDAL adalah analisa dampak ekonomi dan sosial masyarakat sekitar. Prosedur ini memungkinkan masyarakat untuk mempunyai andil yang lebih besar dalam persiapan dan persetujuan ANDAL yang dilakukan. Tetapi kapasitas yang cukup dalam melakukan pengawasan terhadap berbagai prosedur tersebut mutlak diperlukan.
Salah satu hal yang patut diperhatikan adalah ketegasan bahwa proyek konstruksi pertambangan tidak dimulai sebelum ANDAL disetujui. Operasi Berskala Kecil Sering Tidak Memenuhi Persyaratan. Pertambangan berskala besar biasanya memenuhi persyaratan AMDAL dengan cukup baik. Tetapi terdapat kekhawatiran yang cukup besar terhadap para penambang berskala kecil. Peraturan mengenai lingkungan cenderung tidak menyentuh penambang kecil yang beroperasi dengan izin penambangan daerah (KP). Kebanyakan dari mereka tidak melakukan prosedur AMDAL yang diharuskan dan menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan. Mereka juga umumnya tidak mempunyai rencana pengembangan sosial. Pertambangan Ilegal Menyebabkan Kerusakan yang Parah. Ada hubungan yang kuat antara penebangan hutan liar dan aktifitas pertambangan ilegal. Terdapat banyak laporan mengenai berbagai aktifitas pertambangan ilegal batu bara dan emas di Kalimantan, serta pertambangan timah di Pulau Bangka, yang tidak mengindahkan penegakan hukum dan kewenangan peraturan. Pertambangan liar tersebut telah menyebabkan berbagai kerusakan tanpa adanya upaya pengawasan dan pencegahan.
Empat Aspek Utama Yang Perlu Dibenahi
1. Tidak Adanya Aturan Yang Berlaku
Tidak Jelasnya Kerangka Hukum. Tiga tahun belakangan ini, pemerintah berusaha mempersiapkan undang-undang baru mengenai sektor pertambangan. Undang-undang baru ini membahas peraturan perizinan baru yang disesuaikan dengan UU 22/1999 mengenai desentralisasi. Tetapi rancangan tersebut belum dapat diselesaikan dan diserahkan ke parlemen. Sehingga terdapat kekosongan peraturan perundangan, yang saat ini diambil alih oleh berbagai peraturan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah propinsi dan daerah tingkat dua. Akibatnya Muncul Ketidakpastian dan Resiko. Peraturan di tingkat daerah ini menyebabkan munculnya ketidakpastian dan meningkatkan resiko, terutama berkaitan dengan interprestasi dan implementasi berbagai peraturan tersebut. Hal ini juga membuka kemungkinan korupsi dan menyebabkan lemahnya penegakan hukum. Sementara daerah dan kabupaten yang berpengalaman mungkin dapat menangani permasalahan dalam sektor ini secara efektif, ada sekitar 90 kabupaten lainnya (dari total 360 kabupaten) yang saat ini memiliki, atau mempunyai potensi untuk memiliki aktifitas pertambangan yang cukup berarti.
2. Terbatasnya Akses Pada Lahan Potensial
Tertutupnya Akses ke Hutan Lindung. Menurut UU 41/2000 mengenai Kehutanan pasal 38, seluruh aktifitas penambangan tidak boleh dilakukan di hutan konservasi, yang melingkupi 20,5 juta hektar atau 10 persen wilayah darat Indonesia. Hal ini sesuai dengan praktek internasional. Hanya saja UU ini melampaui berbagai peraturan di negara lain dengan melarang aktifitas penambangan di permukaan tanah pada wilayah hutan proteksi, yang mencakup wilayah hutan lindung. Hutan lindung yang meliputi 17% wilayah Indonesia (sekitar 33,5 juta hektar), umumnya merupakan hutan dan tanah pada lereng perbukitan yang ditujukan untuk melindungi sumber air dari erosi, sedimentasi dan gangguan terhadap sistem hidrolik. Persetujuan Akan Diberikan Pada Pemegang Izin Lama. Pemerintah baru saja mengumumkan bahwa izin untuk beraktifitas pada wilayah hutan akan diberikan pada beberapa proyek yang sebelumnya telah mendapatkan izin berdasarkan Kontrak Karya (KK) yang telah disetujui. Hal ini akan membantu perkembangan proyek-proyek yang telah mencapai uji kelayakan tingkat lanjut tersebut. Berbagai proyek tersebut akan mendatangkan investasi potensial sebesar US$2,5 miliar. Tetapi Masalah yang Lebih Besar Masih Menunggu. Keputusan yang bersifat ad-hoc tadi tidak memecahkan masalah sepenuhnya, karena hutan lindung mencakup berbagai daerah potensial bagi aktifitas penambangan mineral, yang hanya layak dilakukan di permukaan tanah, bukan di bawah tanah. Situasi menjadi semakin rumit dengan tidak jelasnya pemetaan batas hutan lindung.
3. Peraturan Perlindungan Lingkungan Hidup Tidak Mencukupi
Investor yang Serius Menginginkan Peraturan yang Jelas dan Dijalankan Secara Konsisten di Seluruh Sektor. Investor yang serius menginginkan adanya kebijakan lingkungan hidup, keselamatan dan kesehatan kerja yang jelas, konsisten dan realistis. Ini tercermin dalam berbagai peraturan yang dapat diterapkan. Tidak adanya persyaratan lingkungan hidup yang jelas membuat para investor sulit mendapatkan dana di pasar modal internasional. Hal tersebut juga akan membuat mereka harus menerima kritik karena dianggap tidak menjalankan tanggung jawab dengan baik. Kinerja yang buruk dari aktifitas penambangan kecil dan ilegal akan membuat seluruh sektor mendapat kecaman. Kementerian Lingkungan Hidup memegang peranan penting dalam memperkuat pelaksanaan prosedur AMDAL dan menerapkan aturan yang lebih ketat bagi proyek-proyek kecil yang tidak menjalankan AMDAL. Desentralisasi Dapat Memperlemah Perlindungan Atas Lingkungan Hidup. Salah satu masalah penting dalam desentralisasi adalah bagaimana melaksanakan pengawasan aspek lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja dalam aktifitas pertambangan. Operasi pertambangan umumnya lebih kompleks dan lebih besar dari aktifitas manufaktur dan bidang jasa. Ini menyebabkan aktifitas pertambangan memerlukan pengawasan teknis yang mencukupi agar dapat memenuhi kriteria kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan hidup yang harus dipenuhi. Tidak ada kejelasan siapa yang Mengundang Investasi Baru dalam Bidang Pertambangan mendapat wewenang melakukan pengawasan aspek-aspek tersebut dan berbagai inspeksi lainnya. Keahlian yang dibutuhkan juga tidak banyak didapati di tingkat pemerintah daerah.
4. Rezim Fiskal Sektor Pertambangan Tidak Lagi Cukup Menarik
Rezim Fiskal Sektor Pertambangan Sebelumnya Cukup Kompetitif. Investor dan pemberi pinjaman sangat memperhatikan adanya pajak yang kompetitif dan adil, sikap menghormati perjanjian, serta tingkat pajak yang stabil dan dapat diperkirakan, terutama selama masa pengembalian hutang. Selama tiga dekade, aktifitas pertambangan didasarkan atas perjanjian Kontrak Karya (KK). Sistem perpajakan dalam KK yang terakhir (KK ke 7) dapat dikatakan cukup kompetitif dibandingkan dengan pajak di negara penghasil mineral lainnya. Tetapi sistem pajak pertambangan yang berlaku saat ini (menggantikan KK generasi ke 7) menerapkan tingkat pajak yang lebih tinggi dari negara lain. Sistem pajak yang memberatkan ini juga berlaku pada aktifitas pertambangan di masa mendatang.Tetapi Berbagai Perubahan Membuatnya Tidak Lagi Menarik. Beban Pajak yang tinggi saat ini berhubungan dengan tiga faktor. Pertama adalah tingkat kontribusi produksi, biasa disebut dengan royalti, yang saat ini mencapai empat persen secara rata-rata, dua kali lebih tinggi dari royalti yang diterapkan di dalam perjanjian KK ke tujuh. Faktor kedua adalah dimasukkannya batu bara, emas dan perak dalam status komoditas tidak kena PPN sejak tahun 2000 (UU 18/2000 mengenai PPN), yang menyebabkan meningkatnya biaya produksi (sebab tidak seperti mineral lainnya yang terkena pajak nol, pembayaran PPN untuk komoditas dengan status ini, tidak lagi dapat diminta kembali). Ketiga adalah meningkatnya berbagai pajak dan pungutan daerah, sesuai dengan diterapkannya UU 34/2000 mengenai pajak daerah. Ini telah meningkatkan pembayaran pajak yang ditanggung oleh industri pertambangan, dari sekitar US$636 juta di tahun 1996, menjadi US$920 juta di tahun 2000. Akibatnya investasi baru tidak lagi menjadi sesuatu yang menarik. Diperparah oleh rendahnya konsistensi dan tingginya ketidakpastian. Banyak perusahaan pertambangan mengeluhkan kekhawatiran terhadap tidak konsistennya pengenaan PPN dalam perjanjian KK yang sekarang berlaku. Disamping itu tidak terdapat jaminan bahwa peraturan perpajakan ini akan tetap berlaku di masa mendatang. Hal ini penting terutama bagi proyek pertambangan dengan modal awal yang tinggi (mencapai US$1,2 miliar untuk proyek besar) dan masa produksi yang panjang (hingga 30-40 tahun untuk proyek utama). Banyak perusahaan yang juga mengeluhkan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian pajak.
BalasHapusSaya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut